REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Siang ini saya tersentak ketika mendengar kabar bahwa abang Ali Taher Parasong telah wafat. Saya kaget bukan kepalang sebab dalam beberapa waktu terakhir SMS yang saya kirim tak pernah dijawab.
Padahal bagi saya Ali Taher yang bergelar doktor dan sempat menjadi Ketua Komisi VIII DPR sangat saya kenal. Saya kerap datang ke rumahnya di bilangan Jakarta Barat. Isteri, putra hingga ajudannya pun saya kenal dengan baik.
Tak hanya itu, kami pun pernah diajaknya untuk pulang kampungnya yang nun jauh di timur sana. Kampungnya yang mungil itu bernama Lamakera. Terletak dipulau terpencil di dekat Timor Timur. Kalau dari Kupang bisa dijangkau dengan kapal laut cukup lama, seingat saya lebih dari 10 jam. Kalau dari Flores (Larantuka) kampung itu bisa dicapai dengan menyewa speedboat selama tiga jam. Pokoknya terpencil.
Lamakera sendiri kampung di pulau yang berpenduduk Muslim. Ali Taher dahulu sempat bercerita bila nenek moyangnya berasal dari Ternate atau Makassar. Yang jelas, kampung itu indah. Apalagi selama dia menjadi 'orang penting' dia bisa membawa warga berhasil mendirikan masjid dengan menara megah menghadap laut.Luar biasa!
Dari kampung itu, meski sederhana dan terpencil, lahir banyak tokoh. Mereka tersebar dalam beragam profesi mulai dari pedagang, hingga pegawai, dosen, dan lainnya. Salah satu sosok yang saya kenal diantara teman saya Usman Kasong yang menjadi Pimred Media Indonesia. Atau abang Harus Sonde yang menjadi trainer nasional HMI.