REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap sila yang terdapat di dalam Pancasila sebagai ideologi Indonesia memiliki kekuatan makna yang dapat menyatukan beragam latar belakang rakyatnya. Salah satu yang perlu disimak juga adalah makna hikmah dalam sila keempat Pancasila.
Dalam sila keempat disebutkan: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat (hikmah) kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Pakar Ilmu Tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Islam dan Kebangsaan menjelaskan, sila keempat ini tak sama sekali bertentangan dengan ajaran Islam. Justru jika ditelisik lebih jauh, terdapat nilai-nilai yang luas dan bermakna.
Dijelaskan bahwa, makna hikmah yang terambil dari kosa kata bahasa Arab akar katanya (dalam wazan) mempunyai makna yang berkisar pada ‘menghalangi’. Seperti kata hukum yang berfungsi menghalangi terjadinya penganiayaan.
Hikmah dijelaskan sebagai sesuatu yang apabila diperhatikan dan dipergunakan akan dapat menghalangi terjadinya mudharat dan kesulitan. Atau dalam arti lain dapat mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan.
Dimaknai pula bahwa hikmah adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 269: “Yu’ti al-hikmata man yasyaa-u. Wa man yu’ta al-hikmata faqad utiya khairan katsiran. Wa maa yudzakkaru illa ulul-albab,”.
Yang artinya: “Allah menganugerahkan al-hikmah (kepahaman yang dalam tentang Alquran dan sunah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, maka ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman-Nya),”.