REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak naik tipis pada akhir perdagangan Kamis (14/1), didorong oleh pelemahan dolar dan sinyal bullish dari data impor China. Akan tetapi, harga minyak tertekan oleh kekhawatiran baru tentang permintaan minyak global karena melonjaknya kasus virus corona di Eropa dan lockdown di China.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret menguat 36 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap di 56,42 dolar AS per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berakhir 66 sen atau 1,3 persen lebih tinggi pada 53,57 dolar AS per barel.
Indeks dolar AS yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, merosot setelah Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell memberikan nada dovish, mengatakan bank sentral AS tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
Greenback yang lebih lemah membuat minyak dalam denominasi dolar lebih murah bagi pemegang mata uang asing. Meningkatnya harapan akan peningkatan permintaan minyak adalah paket bantuan Covid-19 AS yang besar, yang akan diungkapkan oleh Presiden terpilih Joe Biden pada Kamis waktu setempat.
"Dengan penguatan nilai energi karena dolar melemah hari ini, pasar minyak mampu naik di akhir sesi dalam simpati dengan ekuitas yang lebih kuat," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates.