REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Staf Khusus Rumpun Kuratif Satgas Covid-19 Jatim dr Makhyan Jibril Al Farabi menegaskan, belum ada bukti peningkatan kasus Covid-19 di Jatim akibat masuknya virus corona varian baru dari Inggris. Kendati demikian, Jibril tidak menampik adanya kemungkinan virus corona varian baru tersebut sudah masuk ke Indonesia, termasuk Jatim.
"Kemarin, Ibu Gubernur juga sudah menyampaikan. Varian baru ini sebenarnya ada kemungkinan, bisa sudah masuk, bisa belum. Problemnya sekarang, kapasitas laboratorium untuk sequencing," katanya dikonfirmasi Ahad (17/1).
Jibril menyampaikan, dugaan tersebut bukan tanpa dasar. Sebagai staf khusus Rumpun Kuratif berkaitan database kasus dan pasien Covid-19 di Jatim, dia melihat pola penularan berbeda dari data yang ada.
"Karena kan sekarang pattern (pola)-nya agak aneh, ya. Jadi lebih ke ini, ya. Kalau dulu penyebarannya sesuai demografi, kemudian trennya itu, naik turunnya, tidak tiba-tiba," ujarnya.
Perubahan pola, Jibril mengatakan, juga bisa dilihat dari sejumlah indikator penyebaran dan penambahan kasus tinggi di lokasi yang berbeda-beda. Bahkan, hampir tidak bisa diprediksi karena penyebarannya terkesan melompat-lompat.
"Kemarin di kota ini, besok di daerah lain meningkat. Apa, ya, penyebarannya itu melompat-lompat. Itu juga yang bikin kita susah menanganinya. Kita tangani di satu tempat, ada mobilitas di tempat lain," ujarnya.
Mikrobiolog Universitas Airlangga (Unair) Prof Ni Nyoman Puspianingsih mengatakan, untuk mendeteksi varian baru virus corona ini, perlu banyak laboratorium yang meneliti. Sementara, laboratorium yang mampu melakukan penelitian dengan metode whole genome sequence di Indonesia masih terbatas.
Di Jatim, kemungkinan hanya ITD Unair yang bisa. "Karena itu, sekarang kita (Indonesia) belum bisa membuktikan keberadaan mutasi virus baru itu karena kapasitas lab kita masih sangat terbatas. Tapi bisa jadi virus itu sudah masuk," kata dia.