Jumat 22 Jan 2021 15:31 WIB

CIPS: Impor Bawang Putih Perlu Segera demi Stabilitas Harga

Pemerintah idealnya sudah dapat memperkirakan kapan tindakan impor perlu dilakukan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Operasi pasar bawang putih yang digelar Disperindag Jabar, Satgas Pangan Jabar dan Importir Bawang Putih, di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (17/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Operasi pasar bawang putih yang digelar Disperindag Jabar, Satgas Pangan Jabar dan Importir Bawang Putih, di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Senin (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Head of Research Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, pemerintah perlu segera melakukan impor bawang putih untuk tahun 2021.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), mencatat, kenaikan harga bawang putih sudah terlihat sejak pertengahan tahun 2020. Rata-rata harga bawang putih berkisar Rp 23.600 per kilogram (kg) pada Juli 2020 dan meningkat menjadi Rp 23.850 di bulan berikutnya dan kembali naik cukup banyak menjadi Rp 26.550 per kg pada September.

Harga kembali naik menjadi Rp 26.900 per kg bulan Oktober dan terus meningkat menjadi Rp 28.450 per kg dan Rp 28.750 per kg pada November dan Desember 2020. Memasuki awal tahun, harga bawang putih turun tipis menjadi Rp 28.350 per kg."Pergerakan harga di pasar sudah cukup menunjukkan sejauh mana ketersediaan bawang putih di pasar," kata Felippa keterangannya, Jumat (22/1).

Ia mengatakan, pergerakan harga tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Kementerian Pertanian pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR baru-baru ini yang menyebut total kebutuhan bawang putih nasional sebesar 591.596 ton.

Sementara itu, produksi dalam negeri hanya berjumlah sekitar 59.032 ton. dengan kata lain, terdapat kekurangan sekitar 532.000 ton. Sementara itu, menjelang Hari Raya Imlek, Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, Felippa mengatakan, kemungkinan besar akan terjadi peningkatan permintaan bawang putih di pasar."Kalau kesenjangan antara jumlah produksi dan kebutuhan tidak segera dipenuhi, hampir dapat dipastikan kalau harganya akan kembali meningkat," kata Felippa.

Ia menegaskan, kejadian ini hampir sama dengan yang terjadi pada awal 2020 lalu di mana harga bawang putih bersama dengan beberapa komoditas pangan lain seperti bawang bombay dan gula sempat melonjak. Menurut dia, itu disebabkan oleh keterlambatan turunnya RIPH dan kebijakan pembatasan sosial yang diberlakukan di negara pemasok menjadi penyebabnya.“Mengantisipasi siklus yang biasanya cenderung berulang, pemerintah idealnya sudah dapat memperkirakan kapan tindakan impor perlu dilakukan. Pemerintah juga perlu memperhatikan kalau proses pengajuan impor yang diawali dengan pengurusan RIPH dan SPI juga berlangsung tidak sebentar," ujar dia.

Ia menambahkan, evaluasi terhadap proses pengajuan impor juga perlu dilakukan. "Apa mungkin proses yang panjang tersebut juga berkontribusi pada terlambat masuknya pangan yang dibutuhkan,” katanya menambahkan. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement