REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya kembali membongkar kasus jual beli surat palsu hasil tes swab antigen dan polymerase chain reaction (PCR) yang dijual secara daring lewat Facebook. Delapan tersangka dicokok dalam kasus ini, di antaranya disebut sebagai pegawai lab.
"(Tersangka) Yang kita amankan dengan peran masing-masing. Bahkan ada beberapa tersangka ini yang memang kerjanya adalah pegawai di situ, di lab," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (25/1).
Delapan tersangka ditangkap berinisial RSH (20), RHM (22), IS (23), MA (25), SP (38), MA (20), Y (23) dan DM yang masih di bawah umur. Sebagian berperan sebagai penjual, lainnya pembeli atau pengguna.
Salah satu pelaku, RSH, kata Yusri, berperan menawarkan surat hasil swab antigen Covid-19 melalui Facebook. Tersangka kemudian bersama RHM membuat surat palsunya.
"Tersangka IS berperan memesan, membeli, dan menggunakan surat hasil swab antigen Covid-19 palsu dari RSH. Tersangka DM, laki-laki, membeli surat dan juga menggunakan surat hasil swab antigen Covid-19 palsu," ungkap Yusri.
Selanjutnya, tersangka MA, berperan memesan surat hasil swab PCR Covid-19 palsu. Tersangka SP menyuruh MA untuk memesan dan membayar surat hasil swab PCR palsu. Kemudian tersangka MA, menyuruh Y membuat surat hasil swab PCR Covid-19 palsu dan mendapat keuntungan. Terakhir tersangka Y membuat surat hasil swab PCR palsu.
"Secara totalnya kita masih mendalami karena pengakuannya baru mengeluarkan 11 surat. Kalau antigen ini Rp 75 ribu sampai PCR itu Rp 900 ribu, tanpa melakukan uji tes, cukup dengan surat saja bisa terbang," terang Yusri.
Atas perbuatannya, para tersangka kenakan Pasal Tindak Pidana pemalsuan dan atau pemalsuan surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHP dan atau pasal 268 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Juga dikenakan Pasal 51 UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang Infomasi Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dalam UU RI NO. 19 tahun 2016 tentang Infomasi Transaksi Elektronik.
"Dan atau pasal 263 KUHP dan atau pasal 268 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara," tegas Yusri.