REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyambut baik wacana karantina wilayah terbatas lingkup rukun tetangga (RT) hingga rukun warga (RW). IDI menilai karantina wilayah terbatas mikro menjadi model penguatan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
"Karantina wilayah ini adalah model penguatan PSBB atau PPKM. Itu betul dan bagus, IDI setuju," ujar Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/1).
IDI, kata dia, bahkan sebenarnya pernah meminta model karantina wilayah skala mikro ini dilakukan. Jika memungkinkan, dia melanjutkan, karantina wilayah ini dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, tetapi prioritas di zona merah yang penularannya tinggi.
Sebab, di daerah zona ini banyak orang tanpa gejala (OTG) dan mereka sudah masuk di rumah-rumah penduduk. "Jadi, OTG sudah masuk di kampung-kampung dan harus dilakukan seperti itu," katanya.
Oleh karena itu, pengawasan di wilayah kecil harus dilakukan supaya terpantau dengan baik. Bisa aparat RT/TW, gang-gang kampung, ketika di pedesaan ada pos desa yang dibantu Babinsa, Babinkamtibmas. Kemudian petugas kesehatan di kampung-kampung itu, termasuk dokter dan perawat/bidan desa, yang melakukan supervisi.
"Mereka inilah yang melakukan pengawasan atau monitoring mobilitas penduduk, warga yang keluar masuk, kemudian apakah disiplin melakukan protokol kesehatan. Itu lebih gampang dilakukan kalau lingkup kecil karena kan dikenali," katanya.
Tak hanya pengawasan, menurutnya para aparat ini juga bisa membantu proses testing dan pelacakan. Jadi kalau ada warga yang diamati, diawasi, dicurigai terinfeksi virus ini dapat ditesting.
Kemudian setelah keluar hasilnya dan terkonfirmasi positif, aparat bisa melakukan pelacakan kontak erat. Ia menambahkan, para petugas atau aparat di RT/RW ini bisa memanfaatkan gedung kosong di sekolah atau balai RT/RW di wilayahnya yang disulap sebagai tempat karantina isolasi mandiri.