REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca perdagangan Indonesia pada 2020 mencatatkan surplus sebesar 21,7 miliar dolar dan menjadi yang tertinggi sejak 2012. Hanya saja, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi justru mewaspadai pencapaian tersebut.
"Perlu diwaspadai karena surplus neraca perdagangan disebabkan penurunan impor yang lebih tajam dibandingkan penurunan ekspornya. Ekspor selama 2020 hanya turun 2,6 persen (year on year/yoy), sementara impor turun hingga 17,3 persen yoy," ujar Lutfi dalam konferensi pers, Jumat (29/1).
Penurunan impor itu merupakan dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan terganggunya aktivitas industri dan perdagangan, baik di dalam negeri maupun seluruh dunia. Di dalam negeri, tercermin pada penurunan kinerja beberapa sektor pada kuartal III 2020, seperti sektor perdagangan yang turun 5,03 persen yoy.
Kemudian sektor transportasi dan pergudangan turun 16,7 persen yoy sebagai konsekuensi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Lalu sektor penyediaan akomodasi dan makan minum turun sebesar 11,86 persen.
Menurut Mendag, penurunan impor sekaligus juga mengindikasikan pelemahan sektor produksi barang yang dikonsumsi di dalam negeri. Mengingat 72,9 persen impor Indonesia merupakan bahan baku dan barang penolong.