REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, hujan ekstrem hingga tiga hari ke depan terjadi di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Papua. "Hujan ekstrem tersebut berpotensi menimbulkan dampak bencana hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor yang dapat membahayakan," kata Deputi bidang Meteorologi BMKG, Guswanto dalam konferensi pers yang dipantau secara daring di Jakarta, Ahad (31/1).
Dengan adanya potensi cuaca ekstrem tersebut, berdasarkan analisis terintegrasi dari data BMKG, PUPR dan BIG, perlu diwaspadai daerah yang diprediksi berpotensi banjir kategori menengah pada dasarian (sepuluh hari pertama) Februari 2021. Yakni, sebagian kecil Bengkulu, Banten bagian selatan, sebagian kecil Jawa Barat bagian timur dan selatan, sebagian besar Jawa Tengah bagian Barat dan timur.
Selain itu, sebagian kecil selatan DI Yogyakarta, Jawa Timur bagian timur, tengah dan selatan, Bali bagian utara dan selatan, sebagian kecil Nusa Tenggara Barat bagian barat dan timur, sebagian kecil Nusa Tenggara Timur bagian barat dan timur, sebagian kecil Kalimantan Barat bagian utara.
Selanjutnya, sebagian kecil Kalimantan Tengah bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Selatan bagian timur, sebagian kecil Kalimantan Timur bagian barat, sebagian kecil Sulawesi Tengah bagian utara dan selatan, Sulawesi Selatan bagian selatan dan utara, Sulawesi Tenggara bagian utara, sebagian kecil Maluku bagian selatan, sebagian kecil Papua Barat bagian timur, dan Provinsi Papua bagian utara.
Sementara hujan dengan intensitas lebat diprediksi terjadi hingga 2 Februari di wilayah Aceh, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Guswanto menjelaskan, kondisi cuaca ekstrem tersebut disebabkan dinamika atmosfer yang tidak stabil yang dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. Adanya Monsun Asia yang masih mendominasi wilayah Indonesia dan diperkuat oleh aktifnya gelombang Rossby Ekuatorial dan gelombang Kelvin di sebagian wilayah Indonesia.
Selain itu, masih adanya pusat tekanan rendah di Australia bagian utara diprediksi dapat memengaruhi pola arah dan kecepatan angin, sehingga meningkatnya potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah Indonesia.
BMKG juga memantau adanya bibit siklon tropis 12U di Australia bagian Utara yang membentuk daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi yang memanjang di Samudra Hindia Selatan Banten-Jawa dan peningkatan kecepatan angin/low level jet (LLJ) yang terinduksi dari pola siklonik, yaitu di laut Jawa, perairan Selatan Jawa Tengah hingga NTT yang mencapai kecepatan angin lebih dari 35 knot per 45 km per jam.
Kondisi ini dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah pusat tekanan rendah dan di sepanjang daerah konvergensi tersebut serta tinggi gelombang di sepanjang garis low level jet. Daerah perlambatan kecepatan angin/konvergensi lainnya terpantau memanjang dari Aceh, Sumatera Barat hingga Bengkulu, Pesisir Selatan Jawa, dari perairan Utara Pulau Kalimantan hingga Kalimantan Timur, dari Sulawesi Tengah hingga Laut Banda, di Laut Sulawesi, dari perairan Utara Papua Barat hingga Papua Barat, di Maluku, dan di Papua.
Terpantau labilitas lokal kuat yang mendukung proses konvektif pada skala lokal di Aceh, Jawa Timur, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua.