Jumat 05 Feb 2021 14:02 WIB

Blokir Facebook, Buah Simalakama Junta Militer Myanmar

Warga Myanmar menyerukan banyak kecaman terhadap kudeta di laman sosial Facebook.

 Para guru dan mahasiswa Universitas Dagon melakukan penghormatan tiga jari sebagai tanda pembangkangan selama kampanye pembangkangan sipil melawan kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Jumat (5/2).  Guru dan siswa bergabung dalam pemogokan nasional sebagai bagian dari pembangkangan sipil kampanye dimulai oleh pekerja medis yang memprotes kudeta militer baru-baru ini.
Foto: EPA-EFE / LYNN BO BO
Para guru dan mahasiswa Universitas Dagon melakukan penghormatan tiga jari sebagai tanda pembangkangan selama kampanye pembangkangan sipil melawan kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Jumat (5/2). Guru dan siswa bergabung dalam pemogokan nasional sebagai bagian dari pembangkangan sipil kampanye dimulai oleh pekerja medis yang memprotes kudeta militer baru-baru ini.

REPUBLIKA.CO.ID, Ternyata, terjadi juga perkiraan banyak orang Myanmar bahwa kalau sampai junta militer melancarkan kudeta, salah satu hal yang mungkin mereka lakukan adalah memblokir internet atau media sosial. Facebook memang diblokir oleh junta setelah militer Myanmar atau Tatmadaw, namun mereka mendapati kenyataan bahwa  aksinya ditentang keras oleh publik yang bahkan menyerukan pembangkangan sipil.

Dalam sejarah modern, Myanmar sudah tiga kali mengalami kudeta. Ketiganya terjadi dalam masa pra-smartphone dan pra-media sosial, pada 1958, 1962 dan 1988.

Baca Juga

Saat itu para jenderal yang melancarkan kudeta beruntung karena untuk mengendalikan rakyat, mereka cukup memarkir kendaraan tempur di depan stasiun televisi atau radio, kemudian memerintahkan serdadu-serdadunya menodongkan senjata ke para penyiar agar membacakan pernyataan bahwa militer telah mengambil kekuasaan.

Namun keadaan saat ini berbeda dengan puluhan tahun lalu. Kini rakyat Myanmar mempunyai banyak alternatif dalam bagaimana mencari tahu apa yang terjadi di sekeliling mereka, bahkan bisa turut aktif dalam perdebatan politik dan sosial.

Itu terjadi setelah media sosial hadir dan meluasnya penetrasi smartphone di negeri yang sekitar dua dekade lalu sangat menutup diri itu. Kini, boleh dibilang Myanmar sudah menjadi salah satu "negara Facebook" karena luasnya penetrasi platform media sosial tersebut di Negeri Seribu Pagoda ini.

Data "We Are Social" Januari 2020 memperlihatkan bahwa baik pengguna telepon mobile, pengguna internet, maupun pengguna media sosial di Myanamar, bertambah dari tahun ke tahun.

Dari Januari 2019 sampai Januari 2020, jumlah pengguna aktif media sosial naik 1,4 juta pengguna sehingga sampai Januari 2020 ada 22 juta pengguna media sosial aktif di sana atau 41 persen dari jumlah penduduk.

Di Myanmar, media sosial 100 persen diakses dari smartphone, sedangkan yang terkoneksi dengan telepon pintar sendiri sudah mencapai 68,24 juta pengguna atau 126 persen dari total penduduk.

Itu angka tahun lalu. Kemungkinan besar dalam satu tahun terakhir ini angka itu jauh lebih besar lagi. Apalagi pandemi membuat orang seluruh dunia, termasuk Myanmar, menggantungkan koneksi internet untuk tetap terhubung dan memperoleh informasi serta hiburan.

The Irrawaddy bahkan menyebutkan saat ini ada 54,5 juta warga Mynamar yang menggunakan Facebook. Dan ini termasuk militer dan keluarganya yang disebut-sebut sebagai kalangan yang keranjingan Facebook.

Junta tidak nyaman

Jangan heran ketika Tatmadaw yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing menahan Aung San Suu Kyi dan memberlakukan keadaan darurat satu tahun dalam kudeta 1 Februari itu, rakyat Myanmar membanjiri Facebook.

Jutaan pengguna media sosial menumpahkan simpati dan dukungan kepada Suu Kyi dan demokrasi, bahkan menyeru pembangkangan sipil.

Seruan ini sendiri beresonansi ke banyak kalangan, termasuk kaum profesional, pegawai negeri sipil termasuk petugas kesehatan yang mogok kerja dari menangani pandemi Covid-19, dan kalangan sipil, yang serempak menyambut ajakan pembangkangan sipil itu.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement