REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran sebagai kitab suci umat Islam yang wajib dipahami. Untuk dapat memahami maka umat Islam harus mengenalnya dengan cara mempelajari bagaimana proses turunnya wahyu. "Untuk dapat mengenal Alquran akan lebih baik kalau kita mengenal dulu konsep wahyu," kata Ustaz Ahmad Sarwat Lc.MA dalam bukunya Mengenal Alquran.
Ustaz Ahmad mengatakan, sebab latarbelakang kenapa orang terdahulu tidak mau beriman justru karena mengingkari wahyu yang turun alias menolak konsep wahyu. Dan satu hal yang penting dicatat, faktor utama yang membedakan agama yang diterima dengan agama syirik juga faktor wahyu.
"Di mana agama yang diridhai Allah SWT hanya sebatas agama wahyu, sedangkan agama yang tidak berdasarkan wahyu tidak akan diterima Allah SWT," kata Ustaz Ahmad.
Ustaz Ahmad mengatakan, konsep wahyu sebenarnya sederhana sekali, mudah dicerna, tidak membutuhkan tingkat intelektualitas yang terlalu jauh. Seluruh bangsa dengan level peradaban paling rendah sekalipun pasti mampu menerima konsep wahyu. "Konsep wahyu diawali dengan eksisten konsep ketuhanan yang universal dan sudah disepakati oleh seluruh peradaban manusia," katanya.
Menurutnya, tidak ada satu pun lapis masyarakat, bahkan yang paling primitif sekalipun yang tidak mengenal konsep bertuhan. Tinggal yang membedakan adalah apakah Tuhan itu menurunkan wahyu atau tidak. "Disinilah garis perbatasan yang tegas antara agama samawi dan agama non-samawi (agama ardhi)," katanya.
Ustaz Ahmad menjelaskan, agama samawi itu adalah agama yang punya konsep dasar bahwa Tuhan itu menurunkan wahyu. Sebaliknya agama non-samawi itu berkonsep tuhan itu ada, tuhan itu hebat, tuhan itu ini dan itu, tapi tuhan itu tidak menurunkan wahyu.
Nantinya agama non-samawi ini juga sering disebut dengan istilah agama syirik, karena konsep tuhannya jadi banyak jumlahnya dan penuh dengan kepercayaan kepada dewa-dewa. Ia mencontohkannya agama syirik yang dianut oleh bangsa Arab di era menjelang diutusnya Nabi Muhammad SAW. Mereka bertuhan kepada Allah SWT, bahkan menyebut Ka’bah sebagai rumah Allah (baitullah). "Dalam segala halnya mereka selalu mengucapkan lafazh bismillah," katanya.
Mereka juga kenal dengan sosok malaikat yang ghaib bahkan kenal dengan tokoh nenek moyang mereka, Ibrahim dan Ismail. Namun mereka tidak mengenal konsep wahyu yang turun kepada keduanya, bahkan malah mengingkarinya. "Sosok nabi sebagai orang yang diturunkan kepadanya wahyu samawi, tidak mereka pahami," katanya.
Menurutnya, dalam konsep bertuhan mereka, urusan wahyu itu urusan malaikat, tidak ada hubungannya dengan sosok manusia yang jadi nabi dan menerima wahyu. Buat mereka itu konsep yang aneh dan tidak bisa diterima akal. Makanya mereka kata Ustaz Ahmad protes sebagaimana direkam oleh Alquran surag Al-Furqan ayat 7 yang artinya.
Dan mereka berkata: "Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?"