REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program food estate atau lumbung pangan baru tengah digencarkan pemerintah untuk menambah produksi demi meningkatkan ketahanan pangan nasional. Petani meminta, pengelolaan food estate dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia, Nuruddin, mengatakan, pola ekonomi dan produksi pada setiap food estate tentu berbeda karena menyangkut aspek kewilayahan.
Karena itu, bantuan-bantuan yang digelontorkan pemerintah ke food estate harus sesuai kebutuhan. Baik dari segi prasarana seperti pupuk dan benih maupun alat dan mesin pertanian yang akan digunakan.
Di satu sisi, Nuruddin menyoroti mengenai bantuan-bantuan alat dan mesin pertanian yang tidak diimbangi dengan pendampingan kepada petani. Itu membuat penggunaan alat tidak berkelanjutan dan terbengkalai.
Situasi pun diperparah jumlah penyuluh pertanian yang tidak seimbang dengan jumlah petani sehingga minim pembinaan.
"Itu masih terjadi karena proporsi penyuluh dengan petani dan luasan sawah tidak seimbang. Makanya, food estate harus memperhatikan itu. Teknologi yang dipakai juga jangan justru yang menyusahkan masyarakat," kata Nuruddin.
Untuk mengatasi persoalan itu, ia menyarankan para petani di food estate yang unggul dapat sekaligus diperbantukan menjadi penyuluh. Sebab, hanya itu yang dapat menjadi solusi saat ini dalam mengatasi persoalan keterbatasan penyuluh yang mendampingi petani.
Lebih lanjut, ia mengatakan, lantaran usia petani didominasi petani tua, pemerintah diharap lebih bersabar dalam melakukan proses adaptasi petani terhadap teknologi. Nuruddin mengatakan, membenahi sektor pertanian diperlukan proses panjang dan dukungan anggaran yang besar.
"Apakah pemerintah sabar pada proses itu? Harus ada upaya bimbingan teknis dan pelatihan yang lebih kalau pemerintah memang serius," ujarnya.