REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta menyatakan pada tahun 2021 ini tidak akan menambah jumlah bank sampah. Namun memilih mengoptimalkan peran seluruh bank sampah yang sudah ada karena masih ada 20 persen bank sampah yang dinilai belum memiliki kegiatan yang optimal.
"Kami optimalkan dulu jumlah yang sudah ada supaya seluruhnya memiliki kegiatan yang aktif, tidak mati suri. Kami tidak ingin jumlah bank sampah banyak tetapi tidak memiliki aktivitas atau tidak punya nasabah," kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah DLH Kota Yogyakarta Haryoko.
Berdasarkan data DLH Kota Yogyakarta saat ini terdapat 481 bank sampah yang ada di wilayah. Bank sampah yang terbentuk tersebut biasanya berbasis rukun warga (RW).
Jika dibandingkan dengan jumlah RW yang ada di Kota Yogyakarta, sekitar 630 RW, maka jumlah bank sampah tersebut belum tersebar di seluruh wilayah. "Targetnya memang setiap RW memiliki bank sampah dengan jumlah nasabah sebanyak-banyaknya," katanya.
Selama ini, bank sampah yang terbentuk mampu mengurangi sekitar dua persen sampah yang dihasilkan di Kota Yogyakarta dan diharapkan dapat ditingkatkan hingga lima persen. Rerata volume sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta 300 ton per hari.
"Sebagian besar bank sampah memiliki konstribusi untuk mengurangi sampah anorganik. Barang-barang seperti botol, kardus dan lainnya yang memiliki nilai jual dimasukkan bank sampah untuk kemudian dijual ke pengepul," katanya.
Haryoko menambahkan, optimalisasi peran bank sampah dibutuhkan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan Kota Yogyakarta terhadap TPA Piyungan. Dalam waktu dekat, kata dia, pihaknya akan melakukan proyek percontohan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Nitikan bekerja sama dengan bank sampah di Kelurahan Sorosutan.
"Kami mengajak satu atau dua RW di Nitikan untuk mengelola sampah. Memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah yang masih memiliki nilai jual dibawa ke bank sampah," katanya.
Sedangkan sampah organik akan diolah menjadi kompos baik dengan metode magot atau menggunakan metode aerasi dikombinasikan dengan bioaktivator. "Saat ini, TPST Nitikan sudah mampu memproduksi kompos sekitar 10 meter kubik per hari dari sampah daun taman kota," katanya.
TPST tersebut mampu mengelola sekitar 10 ton sampah per hari. "Yang dibutuhkan dari pilot project dengan warga sekitar adalah mengubah pola pikir masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga," ujar Haryoko.