REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap partai yang cenderung berdiri di atas dua kaki dinilai menjadi penyebab konflik di internal Partai Demokrat. Sikap yang jelas disebut tak kunjung terlihat meski sudah lima tahun berada di luar pemerintahan.
"Selama ini sikap Partai Demokrat ini kan selalu berdiri di atas dua kaki atau pasifis, tidak berusaha untuk menunjukkan partai ini mau ke mana tujuannya. Ini yang sekiranya membuat kegerahan internal," ujar Pengamat politik LIPI, Wasisto Raharjo Jati, via telepon, Senin (1/3).
Wasisto mengatakan, sikap Demokrat tak jelas, padahal partai tersebut sudah tidak lagi menjadi partai pemerintahan. "Apakah setelah lama di luar pemerintahan ini akan terus-terusan begini atau merapat ke pemerintahan," ungkap Wasisto.
Menurut dia, performa Partai Demokrat di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa juga semakin menambah kegelisahan itu. Wasisto menilai, performa partai berlambang bintang itu di Pemilu 2019 tidak banyak berubah. Di Pilkada pun kader partai harus berkoalisi dengan partai lain untuk mendapatkan suara yang cukup.
"Kader Partai Demokrat itu kalau di Pilkada juga harus berkoalisi dengan partai lain. Artinya, di sini muncul kegelisahan internal, ini partai mau ke mana," jelas dia.
Dia juga menilai, pihak yang mencari perhatian dari kisruh Partai Demokrat ialah faksi yang tengah berkuasa di internal partai. Dia melihat adanya postpower syndrome yang dialami oleh Partai Demokrat. "Kalau tadi dibilang untuk ajang cari perhatian sebenarnya yang cari perhatian itu adalah faksi yang berkuasa sekarang," ujar Wasisto.