REPUBLIKA.CO.ID, BERN – Rencana referendum tentang cadar di Swiss akan diadakan pada 7 Maret. Tindakan tersebut merupakan reaksi atas Islamofobia yang menjadi masalah dan kian berkembang di Eropa belakangan ini. Islamofobia akan menyebabkan kerugian bagi para Muslim di Eropa.
Partai Rakyat Swiss (SVP) sayap kanan membuat kampanye untuk melarang penutup wajah dikenakan di tempat umum. Jajak pendapat menunjukkan sebagian besar warga Swiss mendukung pelarangan cadar yang dikenakan beberapa Muslimah.
“Di Swiss tradisi kami adalah menunjukkan wajah Anda. Itu adalah tanda kebebasan dasar kami,” kata anggota Parlemen SVP sekaligus Ketua Komite Referendum, Walter Wobmann.
Wobmann menyebut pemungutan suara itu tidak menentang Islam. Menurut dia, penutup wajah adalah simbol dari Islam politik yang ekstrem dan semakin menonjol di Eropa. Fenomena ini tidak memiliki tempat di Swiss.
Prancis melarang penggunaan kerudung seluruh wajah di depan umum pada 2011. Denmark, Austria, Belanda, dan Bulgaria memiliki larangan penuh atau sebagian untuk mengenakan penutup wajah di depan umum.
Tidak ada seorang pun di Swiss yang mengenakan burqa. Muslim membentuk 5,2 persen dari populasi Swiss yang berjumlah 8,6 juta orang yang sebagian besar berasal dari Turki, Bosnia, dan Kosovo.
Dilansir Daily Sabah, Kamis (4/3), Muslim Swiss mengatakan partai-partai sayap kanan menggunakan pemungutan suara untuk mengumpulkan pendukung menjelekkan Muslim. Bagi mereka, tindakan ini dapat memicu perpecahan yang lebih luas.
Salah seorang Muslimah Swiss, Rifa’at Lenzin (67 tahun), mengatakan, dia sangat menentang larangan niqab. Tindakan tersebut tidak menangani masalah yang tidak ada. Lenzin menyebut Muslim di Swiss telah hidup dengan baik.
“Mengubah konstitusi untuk memberi tahu orang apa yang mereka bisa dan tidak bisa pakai adalah ide yang sangat buruk. Ini Swiss, bukan Arab Saudi,” kata Lenzin.
“Kami Muslim, tapi kami warga Swiss yang tumbuh di sini. Pemungutan suara ini rasialis dan Islamofobia,” ujar dia menambahkan.