REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Prodi Hukum Islam Program Doktor Universitas Islam Indonesia, Dr Yusdani mengatakan, kontribusi umat Islam sangat besar ke ilmu kimia pada abad keemasan peradaban modern. Bahkan, dasar ilmu kimia diletakkan kimiawan Muslim.
"Contohnya, Jabir ibnu Hayyan yang ditasbihkan sebagai Bapak Kimia Modern. Ilmu kimia yang dikembangkan ilmuwan Muslim adalah embrio dan fondasi dari ilmu kimia modern," kata Yusdani dalam webinar Prodi Magister Kimia dan HMKK UII, Senin (8/3).
Ia menuturkan, kemajuan peradaban Islam seharusnya bisa ditopang kemajuan sains dan teknologi yang tetap berasaskan nilai etika profetik (kenabian). Sehingga, Islam benar-benar menampakkan diri sebagai wajah yang rahmatan lil alamin.
Selain itu, ada beragam etika profetik sebagai fondasi dasar seorang kimiawan Muslim dalam berprofesi. Salah satu yang menarik konsep Science for Welfare Society, yang menekankan kalau keberadaan sains memang tidak cuma untuk sains.
"Tapi, sains untuk kesejahteraan umat manusia. Saya kira ini juga kritik para scientist Muslim kepada barat yang cenderung memisahkan ilmu dan agama," ujar Yusdani.
Senada, Dosen Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga, Priyagung Dhemi Widiakongko mengingatkan, pencapaian yang lahir dari bidang kimia sejatinya memang harus bermanfaat untuk umat manusia. Serta, melindungi lingkungan.
Jadi, praktisi dan profesional kimia harus mempromosikan perspektif positif dan pemahaman penuh terhadap capaian ilmu kimia. Contohnya ketika ada hoax tentang kimia, praktisi dan profesional perlu meluruskan dan memberi perspektif positif.
"Kemudian, berikan pemahaman agar yang tidak mengerti jadi paham," kata Priyagung.
Priyagung juga menjelaskan tentang etika kimiawan dalam berbagai aspek seperti etika lingkungan, penulisan ilmiah dan penerbitan. Serta, konsep manusia dan ilmu sebagai bagian alam semesta yang akhirnya tunduk kepada kekuasaan Allah SWT.
"Pada akhirnya, etika adalah bentuk kesadaran penuh kita sebagai bagian dari keseluruhan," ujar Priyagung.