Ahad 14 Mar 2021 20:43 WIB

Pakar Sarankan Vaksinasi Covid-19 Didahului Tes Antigen

Pelaksanaan vaksinasi sekarang bergantung kejujuran warga dalam memberikan informasi.

Pakar vaksinasi Covid-19 didahului tes cepat antigen sebagai langkah pemeriksaan awal (ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/Bagus Indahono
Pakar vaksinasi Covid-19 didahului tes cepat antigen sebagai langkah pemeriksaan awal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Anggota tim pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd menyarankan vaksinasi Covid-19 didahului tes cepat antigen sebagai langkah pemeriksaan awal. Dia menyebut kebijakan yang dilaksanakan saat ini adalah vaksinasi massal tanpa pemeriksaan atau tes cepat antigen maupun tes usap PCR.

"Tentu kita tidak bisa memastikan apakah di saat itu orang yang divaksin bebas Covid-19 atau tidak," kata Syamsul di Banjarmasin, Kalsel, Ahad (14/3).

Menurut dia, pelaksanaan vaksinasi sekarang sangat bergantung kejujuran warga dalam memberikan informasi kesehatan dirinya kepada petugas skrining. Terutama kondisi yang merupakan kontra indikasi mutlak pemberian vaksin ini, misalkan penyakit autoimun.

Di samping itu, jika ada warga yang sedang terkonfirmasi Covid-19 lolos, vaksinasi massal tanpa tes dan telusur kontak yang memadai akan membiarkan virus corona leluasa menyebar. Parahnya, akan membahayakan warga lain yang sedang hadir saat pelaksanaan vaksinasi dan bahkan petugas yang memberikan pelayanan jika tidak menjalankan protokol kesehatan dan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang baik dan benar.

Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM ini mengatakan, meskipun pada saat pelaksanaan skrining lolos warga yang terkonfirmasi positif dan selanjutnya dilaksanakan vaksinasi, secara individual vaksin tidak memberikan efek negatif bagi bahan aktif vaksin Covid-19 yang berasal dari virus yang dimatikan seperti Sinovac.

Terkait ada temuan seseorang positif setelah vaksinasi, menurut Syamsul, kemungkinan ada tiga. Pertama, orang yang divaksin sebelumnya sudah positif namun tanpa gejala (OTG). Padahal virus corona divaksin yang beredar sekarang sudah mati, maka kemungkinan kecil dapat menyebabkan terinfeksi Covid-19.

Kedua, jika sebelumnya memang negatif Covid-19, maka antibodi yang digunakan untuk pertahanan terhadap penyakit ini belum terbentuk. Karena rata-rata antibodi terhadap Covid-19 secara sempurna terbentuk pada pekan ke-4 setelah mendapatkan dua kali vaksinasi dengan jeda 14 hari. Oleh karena itu, setelah vaksinasi harus tetap disiplin dalam penerapan protokol kesehatan.

Kemungkinan ketiga, efikasi vaksin Covid-19 yang sekarang dalam program vaksinasi hanya 65 persen. Jadi meskipun empat pekan setelah vaksinasi masih ada kemungkinan gagalnya yaitu sekitar 35 persen. Sehingga jika kontak dengan OTG dan yang terkonfirmasi tanpa protokol kesehatan tetap kemungkinan dapat tertular.

Dalam rangka pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah tengah menggencarkan vaksinasi untuk mengejar target kekebalan kelompok secepat mungkin. Kondisi warga memiliki antibodi terhadap Covid-19 akan terbentuk kira-kira 2,6 tahun. Jika dikalkulasikan dari kecepatan suntikan menurut Menteri Kesehatan adalah 400 ribu suntikan per hari untuk 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2020 sebanyak 271.349.889 jiwa.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement