REPUBLIKA.CO.ID, PARIS – Saat ini, perselisihan muncul di Prancis atas rencana pembangunan masjid di Strasbourg. Kementerian dalam negeri pada Rabu (24/3) menuduh pemerintah kota telah menggunakan uang publik untuk mendanai kegiatan asing.
Di sisi lain, Presiden Emmanuel Macron ingin menindak ekstremisme. Rencana pembangunan masjid di Strasbourg telah membuat dirinya berada di tengah sasaran pemerintah karena itu didukung oleh kelompok Muslim Turki terkemuka.
Pada Senin (22/3) lalu, pejabat kota di Strasbourg menyetujui hibah sebesar 2,5 juta euro kepada Konfederasi Islam Milli Gorus (CMIG), sebuah gerakan untuk diaspora Turki. CMIG adalah satu dari tiga konfederasi Muslim di Prancis yang menolak menandatangani piagam anti-ekstremisme baru yang diperjuangkan Macron.
Macron ingin kelompok-kelompok tersebut berkomitmen secara tertulis untuk menolak Islam politik dan menghormati hukum Prancis. Pemerintah juga telah menyusun undang-undang yang akan memaksa kelompok-kelompok Muslim untuk mendeklarasikan pendanaan asing yang besar dan akan memberi negara kekuatan untuk menutup pidato yang dinilai menyebarkan kebencian atau kekerasan.
“Kami yakin bahwa asosiasi ini tidak lagi dapat menjadi perwakilan Islam di Prancis. Kami percaya, otoritas kota seharusnya tidak mendanai kegiatan campur tangan asing di Prancis,” kata Menteri Dalam Negeri, Gerald Darmanin tentang kelompok Milli Gorus di stasiun televisi BFM.
Dalam wawancara yang disiarkan pada Selasa (23/3) lalu, Macron memperingatkan agar Turki tidak ikut campur dalam pemilihan presiden yang digelar tahun depan. Hubungan antara Prancis dan Turki telah dipukuli oleh perselisihan mengenai konflik di Libya, Suriah, Nagorno-Karabakh, dan tuduhan Turki tentang Islamofobia di Prancis.
Lebih lanjut, Darmanin menyebut dia telah meminta perwakilan pemerintah daerah untuk mengajukan pengaduan ke pengadilan administrasi guna menghentikan subsidi. Walikota Strasbourg, Jeanne Barseghian mengatakan proyek masjid telah dikerjakan sejak 2017, sebelum dia terpilih. Terkait dana, itu bergantung pada gerakan Milli Gorus yang menyediakan rencana pembiayaan yang kukuh.
Dilansir Al Arabiya, Kamis (25/3), seorang pejabat CMIG, Eyup Sahin mengatakan kepada AFP bahwa asosiasinya menolak menandatangani piagam karena tidak diizinkan untuk berpartisipasi penuh dalam penjabarannya. “Itu dilakukan oleh dua atau tiga orang. Jika kita menandatangani piagam, itu akan menjadi satu yang telah dikerjakan bersama,” kata Sahin.
Beberapa hari mendatang, Darmanin akan bertemu lagi dengan kepala dewan kepercayaan Muslim Prancis (CFCM) untuk mencapai kesepakatan.