REPUBLIKA.CO.ID, “Nyok kite nonton ondel-ondel, nyok. Nyok kite ngarak ondel-ondel, nyok”
Begitulah sepenggal lirik lagu karya Seniman Betawi legendaris, Benyamin Sueb, yang terkenal sepanjang masa. Lagu itu dinyanyikan Taufik Hidayat (25 tahun), seniman muda Betawi dari Sanggar Seni Betawi Mamit Cs dengan semangatnya.
Taufik menuturkan, ondel-ondel adalah kesenian Betawi yang sudah ada sejak dulu. Diakui Taufik, saat ini ondel-ondel memang familiar digunakan sebagai media untuk mengamen di jalan. Pengenalan budaya pun menjadi bergeser.
Apalagi, kata dia, setelah adanya pandemik Covid-19. Banyak seniman ondel-ondel yang tadinya menggantungkan penghasilan dari atraksi atau event, menjadi pindah ke jalanan.
“Selama pandemi sanggar kita banyak anak-anak juga, dan sanggar harus beroperasi. Untuk atraksi itu kurang banget. Satu-satunya cara ya dengan ngamen keliling kampung,” tutur Taufik kepada Republika, Jumat (26/3).
Anggota sanggarnya yang beranggotakan 30 orang itu, terpaksa harus mengamen ke jalan. Pria asal Kramat Pulo, Senen, Jakarta Pusat ini mengaku sepanjang 2020 hanya dipesan untuk empat kali atraksi saja.
Menghadapi adanya penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP DKI Jakarta, Taufik berharap agar Pemprov DKI dapat konsisten dengan kesepakatan dalam rapat yang digelar pada 20 Juli 2020 lalu. Saat itu, rapat dihadiri Kepala Dinas Kebudayaan DKI jakarta, para Kepala Suku Dinas Kebudayaan di lima wilayah DKI, Sekretaris Umum Lembaga Kebudayaan Betawi, dan perwakilan pegiat seni ondel-ondel.
Dalam rapat itu, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Kebudayaan Betawi membuat SK bersama tentang Pembentukan Satgas Pembinaan Pegiat Seni Ondel-Ondel. Satgas yang berada di bawah naungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, melibatkan Lembaga Kebudayan Betawi, Satpol PP, dan Dinas Sosial, itu diharapkan dapat berperan meminimalisir fenomena ondel-ondel ngamen yang tidak sesuai pakem.
“Kita sih maunya sebagai seniman ondel-ondel meminta wadah atau tempat yang layak untuk tampil. Di Jakarta kan tempat wisata banyak kayak di Ancol, Taman Mini, Monas atau di Ragunan. Tapi sampai sekarang belum ada,” ujar dia mengeluhkan.
Sementara itu, Ketua Komunitas Sanggar Ondel-Ondel DKI Jakarta, Yogie Ahmad menanggapi sanksi pidana berupa tindak pidana ringan dari Satpol PP DKI kepada para pemilik ondel-ondel. Menurutnya, hal itu sangat tidak manusiawi.
“Sanksi pidana dari Satpol PP itu sangat tidak manusiawi. Karena pada dasarnya ini budaya ngarak ondel-ondel sudah ada sejak 1605, dari empat abad yang lalu,” kata Yogie.
Lebih lanjut, kata Yogie, ketika mau ada keputusan pelarangan, sebaiknya kalau bisa duduk bersama terlebih dulu dengan para pegiat ondel-ondel. Dia mengimbau, seharusnya Pemprov DKI memberikan pembinaan dan wadah yang layak sebelum membuat peraturan. Ketika hal itu sudah dipenuhi, maka peraturan larangan baru bisa diberlakukan.
“Sebetulnya harus dikembangkan dan dibikin regulasi yang jelas dengan Satpol PP, Dinas Kebudayaan, dan lembaga kebudayaan Betawi yang menaungi, agar tak merugikan satu pihak. Itu sangat merugikan aturan yang terbaru,” kata dia.
Sebelumnya, Satpol PP DKI Jakarta mulai memberlakukan sanksi tindak pidana ringan (tipiring) terhadap pemilik penyewaan ondel-ondel untuk ngamen di ibu kota. Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin mengatakan sanksi tipiring ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
"Itu kita kenakan kepada pemilik ataupun yang menyewa ondel-ondelnya. Yang menyewakan atau pemiliknya yang punya ondel-ondel itu yang akan kita kenakan," kata Arifin, Rabu (24/3) lalu.
Arifin menegaskan Satpol PP DKI tidak akan melakukan penyitaan ondel-ondel jika para pengamen terkena razia. Satpol PP hanya mengenakan sanksi tipiring terhadap pemilik yang berani menyewakan kesenian Betawi itu. "Tidak ada penyitaan ondel-ondel," kata dia.