Rabu 31 Mar 2021 09:32 WIB

Laporan HAM AS Serang China dan Rusia

AS kembali menegaskan, China melakukan kejahatan kemanusiaan di Xinjiang.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang pengunjuk rasa dari komunitas Uighur yang tinggal di Turki, memegang plakat anti-China selama protes di Istanbul, Kamis, 25 Maret, menentang kunjungan Menlu China Wang Yi ke Turki. Ratusan warga Uighur melakukan protes di Istanbul dan ibu kota Ankara, mengecam kunjungan Wang Yi ke Turki dan menuntut pemerintah Turki mengambil sikap yang lebih kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang di barat jauh China.
Foto: AP/Emrah Gurel
Seorang pengunjuk rasa dari komunitas Uighur yang tinggal di Turki, memegang plakat anti-China selama protes di Istanbul, Kamis, 25 Maret, menentang kunjungan Menlu China Wang Yi ke Turki. Ratusan warga Uighur melakukan protes di Istanbul dan ibu kota Ankara, mengecam kunjungan Wang Yi ke Turki dan menuntut pemerintah Turki mengambil sikap yang lebih kuat terhadap pelanggaran hak asasi manusia di wilayah Xinjiang di barat jauh China.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) merilis laporan mengenai kondisi hak asasi manusia (HAM) di seluruh dunia. Laporan itu menyoroti penindasan pemerintah pusat China terhadap masyarakat minoritas muslim Uighur dan penahanan sewenang-wenang yang dilakukan Rusia terhadap oposisi.

Undang-undang mewajibkan Departemen Luar Negeri merilis laporan mengenai pelanggaran HAM di seluruh dunia. Laporan tahun ini menjelaskan dengan detail mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan dua rival geopolitik AS yakni Rusia dan China.

Baca Juga

"Garis tren hak asasi manusia terus bergerak ke arah yang salah," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Selasa (30/3).

Blinken mengatakan, beberapa pemerintah menggunakan krisis virus Corona 'sebagai dalih untuk membatasi hak sipil dan membenarkan otoritarianisme'. Laporan itu menyebutkan China menghilangkan empat jurnalis warga yang melaporkan penyebaran Covid-19 di Wuhan.

China juga diduga menekan dan menyensor para akademisi yang mengungkapkan pandangan berbeda mengenai Covid-19 dengan pemerintah. Departemen Luar Negeri menambahkan beberapa kasus pemerintah China mengintervensi universitas dan kepolisian.

Laporan yang dirilis Selasa (30/3) kemarin menggunakan bahasa yang lebih tegas dalam menggambarkan penahanan masyarakat minoritas Uighur di Xinjiang. Bulan Januari lalu Blinken mengatakan ia sepakat dengan mantan Menteri Luar Negeri AS sebelumnya Mike Pompeo yang mengatakan China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang. Beijing membantah keras tuduhan tersebut.

Laporan tersebut mengatakan 'lebih dari satu juta' masyarakat Uighur dan minoritas muslim lainnya yang ditahan di kamp penahanan. Laporan itu menambahkan sekitar dua juta orang harus menjalani 'edukasi ulang' di kamp itu pada siang hari. Informasi ini tidak ada dalam laporan sebelumnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement