Selasa 13 Apr 2021 21:02 WIB

Dianggap Tidak Ramah, Mobil Hybrid Terancam Dihapus

Teknologi 'transisi' memiliki umur yang lebih pendek dari yang dibayangkan produsen

Rep: idealisa masyrafina/ Red: Hiru Muhammad
Komisi Eropa menilai PHEV adalah teknologi transisi menuju mobilitas nol emisi.
Foto: autoavenida instagram
Komisi Eropa menilai PHEV adalah teknologi transisi menuju mobilitas nol emisi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Mobil bertenagakan hybrid plug-in disebut-sebut merupakan teknologi andalan bagi pengemudi yang sadar iklim. Namun, menurut beberapa ahli, mobil ini ternyata tidak baik untuk lingkungan. Mobil ini diperkirakan dapat dihapus secara bertahap oleh pembuat mobil dalam menghadapi peraturan Eropa yang lebih ketat.

Rencana kebijakan Uni Eropa untuk kendaraan hibrida plug-in (PHEV), yang berisi baterai listrik dan mesin pembakaran, dapat berarti bahwa teknologi 'transisi' memiliki umur yang lebih pendek daripada yang dibayangkan  beberapa pembuat mobil terkemuka.

RUU peraturan keuangan hijau Eropa akan melarang produsen melabeli mobil tipe ini sebagai 'investasi berkelanjutan' setelah tahun 2025, berpotensi menghalangi investor. Sementara aturan yang direncanakan tentang emisi polutan seperti nitrogen oksida dapat meningkatkan biaya produksi mobil ini.

Tujuan dari reformasi tersebut adalah untuk mempercepat transit ke kendaraan yang sepenuhnya bertenaga listrik dan memenuhi tujuan mengendalikan iklim. Namun mereka akan menandai pergeseran dari kebijakan UE yang ada, seperti standar CO2, yang telah memperlakukan hibrida setara dengan mobil listrik dan membantu memacu industri otomotif untuk menginvestasikan puluhan miliar euro dalam teknologi tersebut.

Beberapa pembuat mobil telah membayangkan menjual mobil hybrid hingga setidaknya akhir dekade ini sebagai jembatan untuk kendaraan listrik baterai penuh (BEV), meski pergeseran mereka dari teknologi tampaknya sedang berlangsung.

Analisis rencana produksi mobil di Eropa hingga 2028 yang disusun untuk Reuters oleh AutoForecast Solutions (AFS), yang melacak rencana produksi industri, hanya menunjukkan 28 model PHEV versus 86 model BEV. 

Sekarang beberapa pembuat mobil khawatir UE dapat secara prematur mempersingkat transisi itu. Mereka memperingatkan aturan yang akan datang dapat mempersulit penjualan PHEV di pasar Eropa hanya dalam waktu beberapa tahun, meski ada kekhawatiran konsumen tentang rangkaian mobil listrik penuh dan kurangnya infrastruktur pengisian daya.

"Tidak mungkin  melakukan ini pada tahun 2025 karena secara efektif Anda membunuh permintaan hari ini,” kata Adrian Hallmark, CEO produsen mobil mewah Inggris Bentley, sebuah unit dari Volkswagen.

Ia merujuk pada proposal untuk tidak mengklasifikasikan PHEV sebagai investasi berkelanjutan. Dia berencana untuk menjual PHEV hingga 2030 sebelum menjadi serba listrik."Bagi kebanyakan orang, mobil listrik baterai belum praktis," katanya.

Komisi Eropa menambahkan  PHEV adalah teknologi transisi menuju mobilitas nol emisi. Untuk mencapai target netralitas iklim secara keseluruhan pada tahun 2050, hampir semua mobil di jalan raya harus nol emisi pada saat itu.

Aturan yang masih dalam rancangan tersebut datang dengan latar belakang pergeseran posisi beberapa kelompok lingkungan terkemuka yang mendorong untuk menghilangkan kredensial hijau PHEV dan menghapus subsidi mereka.

Satu studi, dari Dewan Internasional Transportasi Bersih September lalu mengatakan  konsumsi bahan bakar PHEV dan emisi Co2 naik empat kali lipat dari tingkat yang disetujui.

Direktur senior kendaraan dan mobilitas elektronik di LSM Eropa Transportasi dan Lingkungan Julia Poliscanova, mengatakan penelitiannya sendiri menunjukkan ketika dikendarai dalam mode mesin-pembakaran, emisi Co2 hybrid lebih tinggi daripada mobil konvensional. Emisi ini lebih berat daripada pembakaran, mobil jadi menggunakan lebih banyak bahan bakar. "Dari perspektif lingkungan dan iklim, teknologi hybrid plug-in saat ini lebih buruk daripada yang digantikannya,"katanya.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement