Ahad 25 Apr 2021 19:34 WIB

MUI Tegaskan tidak ada Jenis Kelamin Transgender  

Perubaham jenis kelamin bertentangan dengan ketentuan Allah

Sekjen MUI - Amirsyah Tambunan
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sekjen MUI - Amirsyah Tambunan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bahwa dalam penerbitan e-KTP tidak ada keterangan jenis kelamin transgender, mendapat dukungan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini sejalan dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2013 juncto Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

"Jadi tidak ada kolom transgender dalam e-KTP tersebut," kata Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan dalam keterangan persnya yang diterima Republika.co.id, Ahad (254).

Hal ini lanjut dia, juga sesuai penegasan yang disampaikan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakhrulloh bahwa tidak ada kolom 'transgender' di e-KTP. Kecuali bagi mereka yang telah menjalani penetapan pengadilan atas perubahan jenis kelamin yaitu jika dia laki-laki maka dicatat sebagai laki-laki atau sebaliknya perempuan seperti dalam kasus salah satu prajurit TNI.

Terkait hal tersebut, menurut Sekjen MUI, bahwa perubaham jenis kelamin bertentangan dengan ketentuan Allah (sunnatullah). Oleh sebab itu  Amirsyah mengajak semua pihak untuk  konsisten melaksanakan  Undang-undang No. 24 Tahun 2013 juncto Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk.

Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa semua penduduk WNI harus didata dan memiliki KTP dan Kartu Keluarga agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik, misalnya pelayanan BPJS Kesehatan dan bantuan sosial lainnya. ‘’Dalam UU Adminduk sudah diterangkan bahwa jenis kelamin yang diakui hanya laki laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin yang lain seperti trangender,’’ tegasnya. 

Pada bagian lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah menerbitkan Fatwa  No. 3 Tahun 2010  tentang Mengubah dan Menyempurnakan Alat Kelamin. Terkait mengubah alat kelamin laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya hukumnya haram.

Sedangkan menyempurnakan jenis kelamin khunsa lebih dominan kepada jenis kelamin laki-laki menjadi laki-laki atau dominan jenis kelamin perempuan menjadi perempuan,  hukumnya boleh. "Silakan fatwa ini dipedomani, karena sangat terang dan jelas," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement