Aktivis Perempuan di Jombang Dianiaya Sekelompok Pria
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Penganiayaan (Ilustrasi) | Foto:
REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Seorang aktivis perempuan pembela HAM, Rani (nama samaran) telah dianiaya oleh enam pria dewasa dari salah satu organisasi keagamaan di Jombang, Ahad (9/5). Bahkan, keluarga korban turut diintimidasi oleh para pelaku.
Direktur Women's Crisis Center (WCC) Jombang, Ana Abdillah menjelaskan, kejadian bermula saat korban tengah mengikuti kegiatan pengajian di rumah salah satu warga di Ploso, Jombang pada Ahad siang. Kemudian segerombolan orang masuk ke dalam rumah lalu menghampiri korban. Tanpa banyak bicara, gerombolan langsung merampas paksa ponsel korban.
"Kemudian membenturkan kepala korban ke tembok serta mengancam korban tidak akan selamat," kata Ana saat dikonfirmasi Republika, Senin (10/5).
Akibat kejadian tersebut, mahasiswa berusia 23 tahun tersebut harus menderita sakit di kepala dan trauma. Tak lama kemudian, korban didampingi temannya langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Ploso dan telah menjalani visum.
Pada Ahad malam, rumah korban didatangi kembali oleh gerombolan lain yang diduga dari organisasi sama. Situasi ini telah membuat keluarga korban merasa terintimidasi. "Lalu warga sekitar turut bersolidaritas untuk mengusir gerombolan orang tersebut," jelasnya.
Ana mengaku belum mengetahui persis motif penganiayaan yang ditujukan kepada korban. Namun dugaan sementara, hal ini berkaitan dengan kasus kekerasan seksual yang menyeret tersangka M Subchi Azal Tsani yang saat ini ditangani oleh Polda Jatim. Kasus ini telah dilaporkan sejak 29 Oktober 2019 dengan laporan polisi Nomor Laporan Polisi Nomor LP/329/X/RES.1.24./2019/JATIM/RES JOMBANG.
"Dan Rani merupakan salah satu aktivitis perempuan yang aktif mengadvokasi kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh tersangka M Subchi Azal Tsani," ungkap Ana.
Terpisah, Kasatreskrim Polres Jombang AKP Teguh Setiawan membenarkan adanya penganiayaan yang dialami salah satu aktivis perempuan. Laporan telah diterima di Polsek Ploso yang kemudian akan dilimpahkan ke Polres Jombang untuk penangananya.
Berdasarkan hasil lidik sementara, korban dianggap telah memperburuk citra pondok pesantren yang ditempati oleh para pelaku. Hal ini acap dilakukan korban melalui media sosial (medsos). Sebab itu, pondok pesantren tersebut berencana melaporkan korban ke kepolisian dengan dugaan pelanggaran UU ITE.
"Dan sementara itu (informasinya), saya juga belum terima pelimpahannya," kata dia menambahkan.