Rabu 26 May 2021 09:33 WIB

GoTo Berpotensi Jadi Mimpi Buruk bagi Startup Indonesia

GoTo disebut membuka peluang dominasi kuasa pasar digital oleh para pelaku besar.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
GoTo Berpotensi Jadi Mimpi Buruk bagi Startup Indonesia (Foto: GoTo)
GoTo Berpotensi Jadi Mimpi Buruk bagi Startup Indonesia (Foto: GoTo)

Managing Partner Inventure Yuswohady menyatakan, bergabungnya Gojek dan Tokopedia membuka peluang dominasi kuasa pasar digital oleh para pelaku besar, serupa dengan yang terjadi di Amerika Serikat dan China. Di Amerika Serikat, pasar digital dikuasai oleh Google, Amazon, Facebook, dan Apple atau dikenal sebagai "The Big Four". Sementara, di China dikuasai oleh "The Big Five", yaitu Alibaba, Tencent, Baidu, ByteDance, dan JD.

Pola serupa bisa saja terjadi di Indonesia pascamerger Gojek-Tokopedia. Jika pasar dikuasai oleh beberapa pelaku tech giants, perusahaan rintisan di luar pelaku tech giants akan kesulitan untuk berkembang.

Baca Juga: GoTo Mau IPO, BEI Susun Regulasi Baru

"Di kalangan Venture Capital, fenomenanya disebut kill zone, di mana tech giants melakukan predatory tactics yang memiliki dua tujuan: menggurita dan menggelembungkan market cap (kapitalisasi pasar)," ujar Yuswohady dikutip dari Instagram pribadinya, Senin (24/5/2021).

Dia menjelaskan, prinsip pedatory tactics terhadap perusahaan rintisan umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu eat dan kill.

Metode eat dilakukan dengan mengakuisisi lalu mengintegrasikannya ke platform pelaku tech giants. Contohnya adalah ketika Facebook mengakuisisi WhatsApp dan Instagram saat mereka masih merintis. Hal ini serupa dengan Google yang membeli Picasa lalu mematikannya dengan Google Photo.

Cara yang kedua adalah kill. Metode ini dilakukan dengan melakukan clone product atau mengaplikasikan fitur yang dimiliki kompetitor ke dalam platform mereka sendiri. Metode ini dapat dilihat pada hubungan Snapchat dan Facebook.

Awalnya, Snapchat merupakan platform yang cukup populer digunakan oleh banyak orang. Namun, Snapchat menolak ketika Facebook menawarkan untuk membeli platfrom tersebut. Kemudian Facebook mengkloning fitur unik Snapchat dan mengaplikasikannya di WhatsApp dan Instagram. Alhasil, banyak pengguna yang berpaling dari Snapchat.

Yuswohady meyakini, taktik inilah yang akan digunakan oleh GoTo untuk menggurita dan menggelembungkan market cap.

GoTo akan menciptakan kill zone, sebuah area bisnis yang tidak mungkin dimasuki perusahaan rintisan baru karena peluangnya sudah ditutup oleh praktik predatory tactics para pelaku besar. Makin luas area kill zone, makin kecil ruang bagi perusahaan rintisan untuk hidup dan berkembang.

"Praktik ini akan menjadi mimpi buruk bagi tumbuh dan berkembangnya startup di Indonesia. Ia akan mengebiri perkembangan startup," tulisnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement