REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mengungkapkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) sebesar Rp 254,19 triliun per April 2021. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 150,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, secara kuartalan, posisi SILPA juga lebih tinggi dibandingkan Maret 2021 sebesar Rp 178,8 triliun. Per April 2021, SILPA dibutuhkan sebagai buffer untuk memenuhi kebutuhan belanja sekaligus mengantisipasi perkembangan pasar keuangan.
“SILPA memang tinggi, tapi ini karena buffer dan untuk kebutuhan belanja serta strategi pembiayaan karena antisipasi kenaikan inflasi di AS yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian pembiayaan kita,” ujarnya berdasarkan data APBN KiTA, seperti dikutip Jumat (28/5).
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan posisi SILPA pada April 2021 menunjukkan kas negara sangat aman dan memastikan akan terus mengoptimalkan pemulihan ekonomi.
“SILPA April menunjukkan kas negara sangat aman dan sangat berhati-hati agar seluruh belanja yang dipakai untuk pemulihan ekonomi bisa dan akan tersedia digunakan memaksimalkan pemulihan dan berikan recovery bagi masyarakat semua,” ucapnya.
Adapun peningkatan SILPA periode April juga cukup menggambarkan bahwa pemerintah menarik utang yang cukup tinggi pada April dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kemudian, realisasi pembiayaan utang selama April 2021 sebesar Rp 410,1 triliun atau setara 34,83 persen dari target Rp 1.117,4 triliun. Angka ini naik 80,83 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 226,8 triliun.
Selanjutnya, pembiayaan utang berasal dari penarikan utang baru melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 416,7 triliun atau naik 79,90 persen dibandingkan April 2020. Penerbitan SBN sudah 34,52 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.207,3 triliun.
Bank Indonesia sebagai stand by buyer juga telah melakukan pembelian SBN melalui SKB I sebesar Rp 108,43 triliun dalam bentuk SUN sebesar Rp 68,83 triliun dan SBSN sebesar Rp 39,6 triliun.