REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman meminta maaf atas pembantaian masyarakat adat Herero dan Nama di Namibia satu abad lalu. Selain itu untuk pertama kalinya Negeri Panzer juga resmi menyebut pembantaian tersebut sebagai genosida dan setuju membiayai proyek senilai satu miliar euro.
Pasukan Jerman membunuh sekitar 65 ribu orang Herero dan 10 ribu orang Nama dalam operasi militer dari tahun 1904 sampai 1908. Operasi militer itu digelar setelah dua masyarakat adat itu melawan kolonial yang merebut lahan mereka. Sudah lama sejarawan dan PBB menyebutnya sebagai genosida pertama pada abad ke-20.
Sebelumnya Jerman mengakui 'tanggung jawab moral' atas pembantaian. Namun mereka menolak memberikan permintaan maaf resmi dan menolak membayar kompensasi atas pembantaian tersebut.
Dalam pernyataannya Jerman mengatakan telah membuat kesepakatan dengan Namibia setelah negosiasi selama lima tahun. Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan masa kolonial Jerman harus disebutkan 'tanpa harus memolesnya'.
"Mulai sekarang kami juga akan menyebut peristiwa-peristiwa itu seperti apa adanya berdasarkan perspektif hari, yaitu genosida," kata Maas, Jumat (28/5).
"Mengingat sejarah dan tanggung jawab moral Jerman, kami meminta maaf pada Namibia dan keturunan korban," tambahnya.
Maas mengatakan Jerman setuju untuk menggelontorkan dana sebesar 1,1 miliar euro untuk proyek-proyek rekonstruksi dan pembangunan yang manfaatnya langsung diterima masyarakat yang menjadi korban genosida. Media Namibia melaporkan uang tersebut akan digunakan untuk membiayai infrastruktur, jaminan kesehatan, dan program-program pelatihan selama 30 tahun.
Sebelum kehilangan semua wilayah koloninya karena kalah dalam Perang Dunia I, Jerman adalah negara kolonial terbesar ketiga setelah Inggris dan Prancis. Namun selama puluhan tahun Jerman mengabaikan sejarah kolonial tersebut.
Sementara sejarawan dan politikus lebih fokus pada warisan kejahatan Nazi seperti Holocaust. Pada 2015 lalu Jerman mulai menggelar negosiasi dengan Namibia atas isu kolonial.
Pada 2018 Negeri Panzer mengembalikan tulang-belulang masyarakat adat yang dibunuh selama pembantaian. Tulang-tulang tersebut digunakan sebagai eksperimen untuk menegaskan superioritas ras Eropa.