Rabu 02 Jun 2021 09:38 WIB

WHO Hentikan Penyebutan Varian Covid-19 dengan Nama Negara

WHO menghindari kesalahpahaman dan stigma negara pertama kali varian terdeteksi

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Logo dan gedung kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, 15 April 2020 (diterbitkan ulang 21 Januari 2021). Presiden AS Joe Biden pada jam-jam pertama menjabat menandatangani beberapa perintah eksekutif yang membalikkan kebijakan pendahulunya termasuk tentang pandemi virus corona, perjanjian iklim Paris, dan tembok perbatasan kontroversial Trump.
Foto: EPA-EFE/MARTIAL TREZZINI
Logo dan gedung kantor pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss, 15 April 2020 (diterbitkan ulang 21 Januari 2021). Presiden AS Joe Biden pada jam-jam pertama menjabat menandatangani beberapa perintah eksekutif yang membalikkan kebijakan pendahulunya termasuk tentang pandemi virus corona, perjanjian iklim Paris, dan tembok perbatasan kontroversial Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan akan menamakan varian Covid-19 dengan alfabet Yunani. Langkah itu dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan stigma negara pertama kali varian tersebut terdeteksi.

Sistem baru ini berlaku pada empat varian yang paling mengkhawatirkan yang menyebar di masyarakat. Serta varian tingkat kedua yang sedang dilacak.

Baca Juga

"Meski mereka ada manfaatnya, nama-nama ilmiah sulit untuk diucapkan dan ingat dan rentan pada salah laporan," kata WHO dalam pernyataannya seperti dikutip Aljazirah, Rabu (2/6).

"Hasilnya masyarakat kerap menyebut varian dengan nama tempat di mana varian tersebut terdeteksi, yang mana menanamkan stigma dan diskriminasi," tambah WHO.

Varian Covid-19 pertama yang masuk kategori mengkhawatirkan dan terdeteksi pertama kali di Inggris yang sebelumnya dikenal B.1.1.7 kini disebut varian 'alpha'. Sementara varian kedua yang pertama kali muncul di Afrika Selatan dan dikenal  B.1.351 kini dinamakan varian 'beta'.  

Varian ketiga yang pertama kali terdeteksi di Brasil kini dinamakan varian 'gamma' dan varian yang terdeteksi di India dinamakan varian 'delta'. Varian baru di masa depan yang berstatus 'mengkhawatirkan' akan dinamakan dengan huruf Yunani.

"Label-label ini tidak mengganti nama ilmiah yang sudah ada, yang memberikan informasi ilmiah penting dan akan terus digunakan dalam penelitian," cicit pemimpin teknis WHO Maria Van Kerkhove.

"Label-labe ini akan membantu diskusi masyarakat mengenai VOC/VOI karena sistem penomoran sulit diikuti," tambahnya.

Dalam pernyataannya WHO mendorong media dan otoritas negara untuk mengadopsi sistem baru. Pada awal bulan ini Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menandatangani undang-undang kejahatan kebencian yang bertujuan melindungi komunitas Asia-Amerika dari kekerasan yang melonjak drastis sepanjang Covid-19.

Kelompok anti-ekstremis AS mengatakan angka serangan dan kejahatan kebencian terhadap masyarakat Asia-Amerika meledak sejak awal pandemi. Mereka menilai hal itu disebabkan mantan Presiden Donald Trump yang berulang kali menyebut Covid-19 sebagai 'virus China'.

Pakar bakteri yang terlibat dalam pembahasan sistem penamaan baru ini Mark Pallen mengatakan proses untuk memutuskan menggunakan huruf Yunani membutuhkan waktu berbulan-bulan. Awalnya para pakar mempertimbangkan nama Dewa Yunani atau menemukan nama-nama pseudoklasik.

Namun nama-nama tersebut sudah digunakan untuk nama merek, perusahaan, atau alien. Usulan menyebut varian Covid-19 dengan VOC1, VOC2, dan berikutnya dibatalkan karena serupa dengan sumpah serapah dalam bahasa Inggris.

Biasanya nama virus dinamakan dengan nama lokasi tempat pertama kali virus tersebut muncul. Seperti virus Ebola yang namanya diambil dari sungai di Kongo.

Tapi penamaan dengan sistem ini dapat merusak citra tempat dan kerap tidak akurat. Seperti menyebut 'flu Spanyol' yang asal usulnya belum diketahui. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement