Rabu 02 Jun 2021 16:19 WIB

Sewa Jip dan Kuliner Harga Selangit 'Coreng' Wisata Merapi

Paksaan menyewa jip hingga harga makanan yang selangit berdampak pada wisata Merapi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nora Azizah
Paksaan menyewa jip hingga harga makanan yang selangit berdampak pada wisata Merapi.
Foto: ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
Paksaan menyewa jip hingga harga makanan yang selangit berdampak pada wisata Merapi.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wisata di DI Yogyakarta sedang menuai sorotan. Mulai wisata kuliner di Yogyakarta mematok harga selangit, wisata pantai di Bantul atau Gunungkidul, dan kali ini wisatawan lereng Merapi di Sleman yang dipaksa untuk menyewa jip.

Apalagi, kasus-kasus seperti itu bukan kali pertama terjadi. Walau pelakunya merupakan oknum-oknum, kejadian yang lagi-lagi terulang membuat seakan tidak cukup efek jera yang diberikan dan tentu saja mencoreng wisata di Yogyakarta.

Baca Juga

Kabid Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Aris Herbandang, mengatakan, pemaksaan sewa jip ini baru beberapa hari terjadi. Karenanya, dampak ke kunjungan belum bisa diukur.

"Yang jelas dampak terhadap image destinasi di lereng Merapi tentu terdampak, ini yang akan kita tindak lanjuti lewat pembinaan, mengingatkan goals bersama agar pariwisata di lereng Merapi ini bisa bangkit," kata Bandang, Rabu (2/6).

Ia menekankan, kebangkitan wisata itu merupakan tanggung jawab kolektif. Jadi, semua elemen yang ada harus mengambil peran, termasuk menjaga agar kejadian seperti pemaksaan kepada wisatawan agar menyewa jip tidak terulang kembali.

Terlebih, ia mengungkapkan, selama libur Lebaran kemarin sebenarnya kunjungan wisata ke sekitar lereng Merapi sudah cukup tinggi. Karena itu, pengulangan kejadian ini akan disikapi, termasuk oleh pengampu-pengampu wilayah tersebut.

"Kita akan menindaklanjuti kembali dengan penguatan SDM di kawasan wisata tersebut untuk mempunyai tujuan yang sama, tataran aturan yang sama terkait untung dan rugi jika terjadi pemaksaan kehendak seperti itu," ujar Bandang.

Bandang menerangkan, untuk wisata ke Petilasan Mbah Maridjan yang tidak boleh memang ketika wisatawan menggunakan kendaraan besar, seperti bus. Sebab, untuk bus untuk manuver balik membutuhkan ruang besar dan tempat parkirnya terbatas.

Untuk itu, kendaraan bus memang diarahkan untuk parkir di tempat yang sudah disediakan. Sementara, untuk kendaraan pribadi syaratnya memang harus sehat karena medan yang cukup menanjak dan pengemudi dituntut kemampuan yang lebih.

"Hanya kendaraan yang tidak mampu, tidak fit, seyogianya pakai jip. Kendaraan pribadi kita kembalikan masing-masing wisatawan yang tentu sudah mengalkulasi kondisi kendaraan, tugas teman-teman mengingatkan jalannya naik, hati-hati," kata Bandang.

Soal pembinaan sumber daya manusia, sebenarnya sudah terus dilakukan, bahkan sebelum destinasi wisata dibuka kembali. Karena itu, jika ada oknum-oknum yang memaksa, tidak bisa juga dipukul rata kepada semua pelaku usaha jip di Merapi.

Bandang menambahkan, bagi wisatawan yang mengalami kejadian seperti itu bisa melaporkan ke Lapor Sleman karena laporan yang masuk akan didistribusikan ke OPD, termasuk Dispar Sleman. Dispar Sleman juga melakukan pemonitoran media.

"Artinya, semua informasi itu bisa masuk ke kami lewat Lapor Sleman, media sosial, atau media massa," ujar Bandang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement