REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Para ahli biologi kelautan sedang menyelidiki penyakit kulit misterius yang dialami hiu-hiu karang sirip putih di Malaysia, dengan beberapa laporan awal menunjukkan kenaikan suhu laut bisa menjadi penyebabnya. Disebut misterius karena ujung putih khas pada siripnya, hiu karang sirip putih biasanya ditemukan beristirahat secara bergerombol di sekitar terumbu karang pada siang hari dan menjadi daya tarik populer bagi para penyelam.
Hiu-hiu itu menjadi aktif pada malam hari untuk berburu ikan kecil dan hewan lainnya. Sejumlah gambar dari salah satu hiu dengan kulit yang tampak seperti berbintik-bintik dan luka di kepalanya menjadi viral di media sosial pada April setelah seorang fotografer mengambil foto di bawah air di lepas pantai negara bagian Sabah di pulau Kalimantan.
Segera setelah itu, para penyelam di pulau Sipadan, yang merupakan tujuan penyelaman terkenal di sekitar daerah itu, serta tim ahli dari universitas negeri dan pemerintah kelompok konservasi mulai memantau penyakit kulit pada setiap kelompok hiu yang mereka temui. Mencoba mendiagnosis apa yang dapat menyebabkan penyakit kulit itu, tim tersebut menemukan bahwa suhu permukaan laut di Sipadan telah meningkat menjadi 29,5 derajat Celcius pada Mei, satu derajat lebih tinggi daripada tahun 1985.
"Kami hampir pasti dapat menganggap lautan yang memanas berperan sebagai penyebab dari penyakit kulit yang kita lihat pada hiu-hiu yang sakit-sakitan di Sipadan," kata Davies Austin Spiji, ahli biologi kelautan senior dari kelompok konservasi nirlaba Reef Guardian, dilansir dari reuters, Senin (14/6).
Tim ahli mengesampingkan faktor manusia sebagai penyebab karena Sipadan adalah kawasan lindung laut tempat penangkapan ikan dilarang keras. Selain itu, tidak ada pemukiman atau industri di dekatnya.
Penampakan hiu-hiu sakit itu dilaporkan bertepatan dengan laporan pemutihan karang di daerah tersebut, menurut Mohamed Shariff Mohamed Din, seorang profesor dalam studi kedokteran hewan akuatik dari Universitas Putra Malaysia.
"Kami tidak dapat mengabaikan bahwa perubahan sedang terjadi di sana karena suhu yang lebih tinggi," kata Mohamed Shariff.
Namun, sebuah studi ilmiah secara menyeluruh belum dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai fenomena hiu-hiu berpenyakit kulit itu. Pada Mei, tim peneliti mencoba tetapi gagal menangkap beberapa hiu untuk mendapatkan sampel untuk pengujian.
"Jika kita bisa mendapatkan spesimen hiu, setidaknya kita bisa menemukan penyebab patogen dari luka-luka kulit tersebut," kata Mabel Manjaji-Matsumoto, dosen senior dari Lembaga Penelitian Kelautan Borneo di Universitas Malaysia Sabah.