REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan, pihaknya berharap para anggota akan menyelesaikan rencana kepercayaan untuk mengarahkan cadangan baru ke negara-negara berpenghasilan rendah-menengah yang rentan dan ekonomi negara-negara pulau kecil pada akhir tahun. Dana tersebut akan 'bekerja tanpa henti' dalam beberapa bulan ke depan.
Direktur Pelaksana Kristalina Georgieva mengatakan selama acara IMF pada Rabu (16/6) bahwa pinjaman awal aset cadangan, yang disebut hak penarikan khusus, akan terus diberikan kepada negara-negara berpenghasilan rendah tanpa bunga melalui Dana Pengurangan Kemiskinan dan Pertumbuhan IMF, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (17/6).
Menurut Georgieva, menciptakan kepercayaan tambahan akan memakan sedikit waktu. "Karena ini baru, tidak seperti memperluas operasi entitas yang sudah ada," ujarnya.
“Tetapi aspirasi saya adalah untuk memilikinya pada akhir tahun. Sangat penting menggunakan COP 26 untuk memobilisasi dunia untuk bertindak,” katanya menambahkan seraya merujuk pada Konferensi Perubahan Iklim PBB yang berlangsung pada paruh pertama November.
IMF sedang bersiap untuk memberi negara-negara anggotanya suntikan sumber daya terbesar dalam sejarahnya, yakni mencapai 650 miliar dolar AS. Suntikan dana ini untuk meningkatkan likuiditas global dan membantu negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah menangani utang yang meningkat dan Covid-19.
Georgieva mengharapkan dewan gubernur untuk memberikan suara pada SDR yang diusulkan pada pertengahan Agustus. Negara-negara maju terbesar anggota Kelompok Tujuh (G7) mengisyaratkan dukungannya di balik upaya untuk mengalokasikan kembali 100 miliar dolar AS, potensi dana cadangan IMF baru dari negara-negara kaya ke negara-negara yang lebih rentan untuk membantu pemulihan ekonomi mereka dari pandemi.
Dana cadangan yang berpotensi dipinjamkan ke negara-negara berpenghasilan rendah-menengah dan negara-negara pulau kecil seperti Barbados akan ditujukan untuk mengatasi risiko kesehatan dan iklim, kata Georgieva dalam wawancara terpisah dengan Haslinda Amin dari Bloomberg Television.
“Targetnya harus negara-negara yang sangat rentan terhadap risiko ini, dan kami dapat membantu mereka membangun ketahanan untuk mempertahankannya,” katanya.