Jumat 18 Jun 2021 01:08 WIB

Akreditasi Menjamin Mutu Sekolah dan Guru

Proses akreditasi tetap berjalan meski di masa pandemi.

Kepala Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (BAN-S/M Kemendikbudristek) Dr Toni Toharudin
Foto: tangkapan layar
Kepala Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (BAN-S/M Kemendikbudristek) Dr Toni Toharudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia selama belasan tahun disebut lamban meningkatkan kualitas pendidikan. Sejumlah cara pun dilakukan, salah satunya dengan memperbaiki akreditasi demi menjamin mutu pendidikan sekolah dan guru.

“Selama 15 tahun itu, kualitas pendidikan kita sedikit lamban untuk meningkat kualitasnya. Kami melakukan reform terhadap sistem yang ada,” ujar Kepala Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (BAN-S/M Kemendikbudristek) Dr Toni Toharudin ketika menjadi pembicara di Fellowship Jurnalisme Pendidikan angkatan ke-2, Selasa (15/6). Fellowship itu digelar berkat kerja sama Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan dan PT. Paragon Technology and Innovation.

Dr Toni menyampaikan, saat ini persentase sekolah dari tingkat SD, SMP, SMA, SMK, dan madrasah dengan akreditasi A dan B mengalami peningkatan. Namun, peningkatan akreditasi itu tidak dibarengi peningkatan hasil ujian nasional dan capaian penilaian siswa berskala besar dan internasional atau PISA (the Programme for International Student Assessment). PISA yang disponsori OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan) bertujuan mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di dunia.

Lulusan S1 Statistika Universitas Padjadjaran ini menyampaikan data penurunan grafik UN pada 2015. Pada 2019 ada sedikit kenaikan karena pemberlakukan ujian tulis berbasis komputer. Ia menyampaikan ada penurunan grafik dari 2003-2014 dalam capaian PISA. Menurut dia, data grafik-grafik tersebut membuat BAN-S/M introspeksi terhadap data empirik sehingga pada 2018 mereka berkomitmen membuat reform sistem akreditasi.

Dijelaskan jebolan S3 University Groningen Belanda itu, ada dua bagian dalam reform yang harus diimplementasikan. Pertama, sistem akreditasi yang sebelumnya tidak menggunakan, dan kedua paradigma akreditasi. Ia berkata, kualitas sekolah dapat dipantau dengan memanfaatkan teknologi melalui satu sistem bernama Dashboard Monitoring System. Sistem ini dapat mengetahui bagaimana kualitas sekolah/madrasah dari waktu ke waktu, apakah mengalami improvisasi atau tidak.

Jadi semua sekolah mulai dari kelompok belajar sampai madrasah, Menurut Dr Toni, semua masuk ke sistem untuk dipantau kualitasnya, khususnya madrasah. Selain itu, perubahan juga terjadi di paradigma instrumen.

"Instrumen kita yang dulunya berbasis complains, sekarang berbasis performance. Hal ini bisa meningkat secara terus-menerus dari waktu ke waktu,” ujar dia. Dengan sistem ini, BAN-S/M dapat melihat sekolah dengan aspek atau indikator performance. Sehingga nantinya sekolah akan dikawal agar melakukan improvisasi.

“Kalau dulu (basis complains) setelah sertifikat akreditasi mau habis, dia (sekolah/madrasah) akan hidup (aktif) lagi ketika mau akreditasi. Jadi (terkesan) sesuatu bisa disiapkan secara instan. Dengan basis performance, setelah sekolah/madrasah re-akreditasi, kembali akan terbangun budaya improvement kualitas, baik di sisi sekolah maupun pemerintah daerah,” ucap Toni menjelaskan.

Guna mendongkrak kualitas tersebut, perlunya perubahan paradigma akreditasi. Ada sejumlah variabel yang perlu diubah, seperti bagaimana proses pembelajaran di sekolah sehingga lulusannya diharapkan menghasilkan SDM yang berkualitas. Karena itu, ia mendorong kepala sekolah menyusun program inovatif sehingga dapat mempengaruhi budaya sekolah dan mampu membangun kehidupan organisasi serta membangun budaya unggul (culture of excellence).

“Terutama mutu guru seperti apa. Kemudian dipengaruhi manajemen sekolah. Jadi kepala sekolah harus mempengaruhi proses pembelajaran dan kualitas guru. Sebagai leader, kepala sekolah harus mensupport proses pendukung pembelajaran di sekolah tersebut,” kata Toni.

Demi menjaga kualitas pendidikan dan mutu sekolah juga para guru, Toni menjamin akreditasi tetap berjalan dan tidak terganggu pandemi. Sebab, penilaian akreditasi untuk sekolah di masa pandemi Covid-19 tidak terlalu berpengaruh terhadap penilaian secara keseluruhan. Alasannya karena penilaian akreditasi sudah dilakukan sejak 2016 sampai 2020.

Toni menjelaskan BAN S/M tetap bisa melakukan penilaian terhadap peristiwa pandemi Covid-19 ini. "Jadi kalau sekolah mempersiapkan dengan baik, meskipun dengan proses daring maka akan siap baik dengan Zoom Meeting, Google Classroom, bahkan dengan grup-grup WhatsApp. Bahkan di daerah-daerah itu guru-guru bisa melakukan dokumentasi dengan baik terkait pembelajaran melalui grup-grup WhatsApp," kata Toni menjelaskan.

Metode yang dipakai menurut Toni bisa dilakukan melalui wawancara via telepon, Zoom Meeting, dan Google Meet untuk menggali informasi yang sebenarnya. Walaupun diakuinya masih ada kendala terkait telaah dokumen, karena tidak semua sekolah membuat dokumen kinerja yang baik. "Sehingga akan kesulitan melakukan penggalian data khususnya terkait dokumen, jadi para asessor diberikan penguatan agar penggalian data bisa mencapai hasil yang maksimal," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement