Jumat 18 Jun 2021 23:16 WIB

PBB: Ada Lebih 82 Juta Pengungsi di Seluruh Dunia, Lebih 40 Persennya Anak-Anak

Sebagian besar pengungsi ditampung negara miskin, lebih 40 persen di bawah 18 tahun.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Panagiotis Balaskas/AP/picture alliance
Panagiotis Balaskas/AP/picture alliance

Sebanyak 82,4 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena penganiayaan, konflik, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia, kata laporan terbaru Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, UNHCR.

Laporan yang dirilis di Jenewa hari Jumat (18/6) menyerukan negara-negara untuk membalikkan tren global pengungsian ini, yang dipicu oleh kekerasan dan penganiayaan yang telah berlangsung selama hampir satu dekade. Jumlah pengungsi yang baru dirilis lebih tinggi 4% dari angka sebelumnya akhir 2019, yang mencatat 79,5 juta orang.

Sebagian besar pengungsi di dunia ditampung oleh negara-negara yang berbatasan dengan wilayah krisis dan merupakan negara berpenghasilan rendah dan menengah. Negara-negara paling tidak berkembang di dunia menampung 27% pengungsi dunia, kata UNHCR.

Orang terlantar di balik setiap angka statistik

Pada akhir tahun 2020, sekitar 20,7 juta pengungsi berada di bawah mandat UNHCR, 5,7 juta pengungsi adalah warga Palestina, dan 3,9 juta orang warga Venezuela yang meninggalkan rumah mereka. 48 juta orang tercatat sebagai pengungsi internal yang mengungsi di negara mereka sendiri, sementara ada 4,1 juta pencari suaka.

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi mengatakan, di balik masing-masing angka ini "adalah seseorang yang mengungsi dari rumah mereka dengan kisah pelarian, penggusuran dan penderitaan.

"Setiap individu layak mendapatkan perhatian dan dukungan kita — tidak hanya melalui bantuan kemanusiaan tetapi dengan menemukan solusi untuk mengakhiri penderitaan mereka," kata Filippo Grandi. Selanjutnya dia mendesak Kesepakatan Global untuk Pengungsi sebagai kerangka hukum dan alat untuk menanggapi pengungsian. "Kami membutuhkan kemauan politik yang lebih kuat untuk mengatasi konflik dan penganiayaan yang memaksa orang melarikan diri."

Laporan UNHCR juga menemukan bahwa pada puncak pandemi tahun 2020, lebih dari 160 negara menutup perbatasan mereka, 99 negara juga menutup akses bagi orang-orang yang tengah mencari perlindungan internasional. Setelah dilakukan langkah-langkah seperti pemeriksaan medis di perbatasan, sertifikat kesehatan maupun karantina sementara pada saat kedatangan, lebih banyak negara yang kembali menjamin akses bagi pemohon suaka.

Lebih banyak anak lahir sebagai pengungsi

Menurut laporan UNHCR, anak-anak sangat terpengaruh selama krisis pengungsian, terutama jika perpindahan mereka berlangsung selama bertahun-tahun. PBB memperkirakan hampir 1 juta anak lahir sebagai pengungsi antara 2018 dan 2020.

Selain itu, 42% pengungsi adalah anak perempuan dan laki-laki di bawah usia 18 tahun. Banyak dari mereka berisiko tetap berada di pengasingan selama bertahun-tahun yang akan datang, sebagian dari mereka berpotensi menjadi pengungsi seumur hidupnya.

"Tragedi begitu banyak anak yang lahir di pengasingan paksa seharusnya menjadi alasan yang cukup untuk secara signifikan meningkatkan upaya penyelesaian konflik dan kekerasan," kata Filippo Grandi.

(hp/vlz)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement