REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani*
Ledakan kasus Covid-19 di Indonesia pada Juni ini terbilang begitu ekstrem. Mengacu pada data Satgas Penanganan Covid-19, terjadi kenaikan kasus harian sampai 10 kali lipat hanya dalam kurun waktu satu bulan lebih sedikit.
Jika pada periode libur Lebaran lalu, tepatnya pada 15 Mei 2021, kasus harian Covid-19 tercatat 'hanya' 2.385 kasus dalam sehari, berselang satu bulan kemudian, tepatnya pada Kamis (24/6), kasus positif baru dilaporkan sebanyak 20.574 orang. Inilah kali pertama Indonesia merasakan kasus harian di angka 20 ribuan kasus.
Statistik yang disajikan Satgas jadi cerminan Indonesia saat ini kembali sedang merasakan tanjakan kurva pandemi Covid-19 dan harus terbiasa dengan tambahan kasus di level rata-rata 20 ribuan kasus per hari. Dengan positivity rate pada kisaran 40-50 persen, itu artinya dari dua orang yang dites satu di antara dipastikan positif Covid-19.
Jumlah kasus aktif juga menanjak lagi menjadi 171.542 orang. Angka ini hampir mendekati rekor kasus aktif tertinggi di Indonesia yang tembus 175 ribu orang di awal Februari 2021 lalu.
Lonjakan kasus aktif sama artinya dengan terus bertambahnya angka keterisian rumah sakit menuju overload. Sistem kesehatan di DKI Jakarta, seperti diakui Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bahkan nyaris kolaps pada pekan lalu.
Berdasarkan analisis Kemenkes, dua penyebab lonjakan dahsyat kasus Covid-19 saat ini adalah mobilitas tinggi penduduk (meski mudik telah dilarang) dan penularan varian baru Corona yang menular di semua tingkatan usia. Kemenkes memang tidak menyebut varian yang dimaksud, tapi diduga kuat varian itu adalah varian Delta B 16167.2 yang menurut WHO menjadi variant of concern yang dominan di dunia.
Varian Delta pertama kali ditemukan di India dan semua tahu bagaimana mengerikannya amukan varian itu saat India bak dihantam tsunami Covid-19 pada sekitar April-Mei lalu. Meski menurut para ahli di dunia bahwa varian Delta tak semematikan dibanding varian Alpha (B117), dengan skor penularan (R0) yang tinggi (satu orang positif bisa langsung menularkan hingga delapan orang lain) dan mudahnya cara Delta menular, dampak kerusakan yang ditimbulkan varian Delta bisa begitu dahsyat.
Provinsi-provinsi yang terkonfirmasi ditemukannya varian Delta saat ini tengah merasakan kecepatan penularan virus di tengah masyarakatnya. Semakin gampang warga tertular, semakin banyak pula warga yang kemudian jatuh sakit dan akhirnya berbondong-bondong datang memerlukan pelayanan di rumah sakit.
Setelah Jawa Tengah (Kudus), Jawa Timur (Bangkalan), dan DKI Jakarta, lalu Jawa Barat dibuat porak-poranda sistem layanan kesehatannya selama beberapa pekan terakhir. Tidak hanya fasilitas kesehatan yang dibuat nyaris kolaps akibat tak terbendungnya arus kedatangan pasien, tenaga kesehatan (nakes) juga kembali berguguran pada Juni ini.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) baru-baru ini mengumumkan bahwa, total 401 dokter meninggal selama pandemi. Namun, yang membuat IDI khawatir saat ini adalah khusus untuk bulan Juni, sudah 27 dokter meninggal, meski mereka telah mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 dengan dosis lengkap.
Di Kudus, seperti dilaporkan Reuters, sebanyak 350 dokter dan petugas medis di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, terpapar Covid-19 meskipun mereka telah mendapatkan vaksin dosis lengkap Sinovac. Mereka diduga terinfeksi varian Delta yang telah dikonfirmasi oleh pemerintah bertransmisi secara lokal di Kota Kretek itu.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pun mencatat perawat yang terinfeksi virus Corona per 1 April 2021 hingga 21 Juni 2021 bertambah sebanyak 497 orang, dan para perawat juga telah mendapatkan vaksinasi lengkap. Di antara mereka yang terinfeksi positif Covid-19 lalu gugur adalah perawat RS Darurat Wisma Atlet, Liza Putri Noviana. Liza menjadi perawat pertama yang meninggal dunia sejak rumah sakit darurat itu digunakan selama pandemi.
Vaksin apa pun mereknya, memang tidak akan memberikan 100 persen proteksi bahwa si penerima akan tidak akan terjangkit Covid-19. Namun, fenomena kembali bergugurannya para nakes dalam sebulan terakhir membuat kita layak curiga bahwa, vaksin yang ada saat ini (yang diberikan kepada nakes adalah Sinovac) tidak cukup mampu melawan ganasnya varian baru, Delta.
Pada Kamis (24/6) lalu, Feng Zijian, peneliti sekaligus mantan wakil direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China, dalam wawancaranya dengan CCTV, menyatakan bahwa, dua vaksin Covid-19 buatan Negeri Tirai Bambu kurang efektif melawan varian Delta, namun tetap memberikan perlindungan bagi penerimanya.
Feng tidak menyebut merek dua vaksin yang dimaksudnya. Dia hanya memberi petunjuk bahwa dua vaksin itu mengandung virus corona ‘mati’ dan tidak dapat melakukan replikasi pada sel manusia. Seperti diketahui, lima dari tujuh vaksin buatan lokal dalam skema vaksinasi massal China merupakan vaksin nonaktif. Jenis vaksin nonaktif itu mencakup vaksin produksi Sinovac Biotech dan Sinopharm yang digunakan di berbagai negara, seperti Brazil, Bahrain, Chile, Filipina, dan juga Indonesia.
Chile sebagai salah satu negara yang secara masif mendistribusikan vaksin Sinovac (16,8 juta dosis), tengah berancang-ancang untuk menyuntikkan dosis ketiga vaksin bagi warganya. Presiden Chile, Sebastian Pinera, tengah menunggu laporan dari para ahli sebelum memutuskan perlu-tidaknya dosis ketiga di tengah amukan varian baru Corona di dunia.
Menyusul kembali bergugurannya nakes di Indonesia akibat amukan varian Delta, Pemerintah Indonesia sudah selayaknya juga mulai mengkaji, meminta pertimbangan ahli, untuk kemudian menimbang kebijakan penyuntikan dosis ketiga vaksin seperti Chile. Mengingat stok vaksin yang terbatas, dosis ketiga vaksin untuk para nakes yang berada di garis depan perang melawan Covid-19 bisa menjadi prioritas.
Saya pun menjadi setuju dengan rekomendasi WHO soal vaksin. Alih-Alih memulai memvaksinasi remaja dan anak-anak, negara-negara yang memiliki stok vaksin saat ini menurut WHO, lebih baik tetap memfokuskan stok vaksin yang tersedia saat ini untuk kelompok rentan. Rumah sakit sebagai tempat di mana virus saat ini bermuara, adalah tempat paling tinggi tingkat penularannya sehingga nakes pun semestinya mendapatkan perlindungan lebih, yakni dosis tambahan vaksin Covid-19.
*penulis adalah jurnalis Republika.