REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -– Jangkrik pernah menjadi serangga favorit anak-anak di masa lalu. Lompatan kaki maupun suara ‘’krik-krik’’-nya yang khas, kerap dijadikan bahan perlombaan yang menyenangkan.
Tak hanya bagi anak-anak, jangkrik juga menjadi incaran para pemancing ikan untuk dijadikan sebagai umpan saat memancing. Namun, para pemancing kerap kesulitan mencari jangkrik dalam waktu yang singkat.
Peluang itu kemudian ditangkap oleh sejumlah warga di Desa/Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu. Sejak sekitar 2015, sejumlah warga di desa tersebut menjadi peternak jangkrik. Kesuksesan mereka akhirnya diikuti warga lainnya hingga kemudian ada sekitar 26 warga di desa itu yang menjadi peternak jangkrik.
Bagi warga yang tak mempunyai lahan yang cukup, mereka memelihara jangkrik di dalam rumah. Keberadaan peternak jangkrik akhirnya mudah ditemui. Jika ada tumpukan trey telor, yang menjadi salah satu media beternak jangkrik, di depan rumah mereka, maka dipastikan pemilik rumah tersebut adalah peternak jangkrik.
Dalam beternak jangkrik, mereka membentuk kelompok dan ada yang secara khusus mengupayakan untuk menghasilkan telur jangkrik. Selanjutnya, telur itu akan dibagikan kepada para anggota kelompok untuk dibudidayakan di tempat masing-masing hingga menjadi jangkrik muda yang layak jual.
‘’Jangkrik ini masa budidayanya hanya satu bulan, setelah itu dipanen. Kalau umur jangkrik lebih dari satu bulan, nanti jangkrik keburu keluar sayapnya dan akhirnya tidak laku dijual,’’ kata salah seorang peternak jangkrik, Rasilah (50), Senin (28/6).
Rasilah membudidayakan jangkrik di lahannya yang terletak di Blok Rengaspayung, Desa Kertasemaya. Di lokasi itu, dia mendirikan bangunan semi permanen seperti rumah kaca, yang terbuat dari plastik terpal. Di bangunan yang dinamakannya ‘Wisma Jangkrik Rengaspayung’ itu, ada sekitar 100 kotak kayu yang dijadikannya sebagai tempat memelihara jangkrik.
Di dalam kotak kayu itu, Rasilah menggunakan media berupa daun pisang kering, trey telur maupun berbagai sayuran limbah pasar. Suhu ruangan harus terus dijaga di kisaran 28 - 34 derajat Celcius.
Setiap bulan, Rasilah menebar lima kilogram telur jangkrik. Namun, penebaran telur jangkrik dilakukan secara bertahap agar masa panen tidak berbarengan. Jika panen berbarengan, maka akan membuat over produksi.
Dengan penebaran telur secara bertahap, Rasilah bisa melakukan panen setiap dua sampai tiga hari sekali sebanyak 40 - 50 kg per panen. Jika ditotal, maka panen jangkrik yang diperolehnya dalam sebulan rata-rata lima kuintal. ‘’Pembelinya ada, datang sendiri,’’ tutur Rasilah.
Rasilah menyebutkan, modal yang dikeluarkannya sekitar Rp 6 juta per bulan. Dengan harga jangkrik saat panen yang kini di kisaran Rp 30 ribu per kg, dia bisa meraup untung sekitar Rp 4 juta per bulan.
Keuntungan dari beternak jangkrik itu mampu menopang perekonomian keluarga Rasilah. Apalagi, sebelumnya dia hanya bekerja sebagai kuli bangunan dengan penghasilan yang tidak menentu.
‘’Tapi ya pernah juga merugi. Saat produksi tinggi, permintaan malah menurun. Karena sekarang ini banyak juga peternak jangkrik di desa lainnya. Apalagi harga pakan jangkrik juga mahal,’’ terang Rasilah.
Rasilah mengakui, kerugian itu akhirnya membuat sejumlah peternak jangkrik di desanya menjadi gulung tikar. Dari semula 26 peternak jangkrik, kini hanya tinggal sekitar 13 orang peternak yang masih bertahan.
Salah seorang peternak jangkrik lainnya, Tamrin, menambahkan, untuk mensiasati tingginya produksi jangkrik, dirinya pernah membuat rempeyek jangkrik. Bahkan, rempeyek jangrik itu pernah pula dipasarkan hingga luar kota, seperti Bali, Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan lainnya.
‘’Tapi memang pemasaran kurang lancar karena masyarakat masih belum familiar dengan rempeyek jangkrik. Padahal rasanya enak,’’ tandas Tamrin.