REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Cendekiawan Muslim, Prof Didin Hafidhuddin, menanggapi ihwal hasil survei 2020 tentang Indeks Kesalehan Sosial (IKS) masyarakat Indonesia yang dirilis Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Balitbang-Diklat Kementerian Agama. Angka IKS yang diperoleh yaitu 82,53 sehingga masuk kategori cukup tinggi.
"Kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa masyarakat Indonesia memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT maupun kepada sesama manusia. Kuatnya ini karena agama, dan Islam memang menyuruh kita untuk menguatkan kesalehan kepada Allah dan masyarakat," tutur dia kepada Republika.co.id, Rabu (30/6).
Didin menuturkan, para elite bangsa ini seharusnya merasa beruntung memiliki masyarakat yang saleh. "Elite-elite bangsa ini beruntung punya masyarakat yang saleh. Makanya mereka harus semakin saleh. Jangan terlalu banyak ngomong yang gak karuan, apalagi sampai berdusta atau pura-pura. Untuk itu kepercayaan harus terus dibangun," ucapnya.
Menurut Didin, hasil survei Kemenag terkait IKS itu juga menguatkan predikat orang Indonesia paling dermawan di dunia berdasarkan World Giving Index yang dikeluarkan Charities Aid Foundation.
Artinya, lanjut dia, agama menjadi kebutuhan meski sekarang ini seolah-olah dikesankan agama tidak berguna oleh paham materialisme, sekularisme, dan bahkan ateisme.
"Ternyata dalam realitas, kesalehan masyarakat masih tinggi dan ini menjadi modal yang kuat untuk membangun bangsa dan negara secara bersama-sama melibatkan masyarakat," kata Ketua Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia itu.
Sebab, Didin menyampaikan, kalau hanya pemerintah yang membangun Indonesia, tentu tidak mampu. Hal ini terbukti ketika utang negara semakin melambung terutama di tengah pandemi Covid-19 sekarang ini. Menurutnya, itu karena tidak melibatkan masyarakat secara luas.
"Yang terpenting adalah kepercayaan. Masyarakat percaya pada pemerintah, pada pejabat, itu yang harus dibangun. Tidak korup, tidak berlaku zalim, dan berlaku adil," ucapnya.
Didin menambahkan, ketika terjadi musibah, kesalehan akan tampak karena muncul rasa simpati dan empati kepada orang yang terkena musibah. Misalnya saat terjadi musibah tsunami di Aceh, bencana alam di beberapa daerah, dan termasuk ketika penderitaan dialami umat Muslim di Palestina karena serangan Israel.
"Umat Islam melakukannya karena agama, karena Allah, karena tauhid, bukan karena ingin pamer. Sebab mereka yang membantu itu juga ada yang dari kalangan tidak punya. Tetapi karena kecintaan kepada sesama dan menganggap ini bagian penting dari keimanan, mereka tetap lakukan," tutur dia.