RS Covid DIY Penuh, Pasien Meninggal Saat Isoman Meningkat
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bayu Hermawan
| Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Koordinator Posko Dekontaminasi Covid-19 BPBD Kabupaten Sleman, Vincentius Lilik Resmiyanto menyebut, sebagian besar kasus yang meninggal saat isoman ini merupakan lansia dan memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Selain itu, lansia ini juga tidak mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit saat kondisinya memburuk.
Hal ini juga dikarenakan kondisi rumah sakit rujukan yang penuh akibat lonjakan kasus. Sehingga, mereka tidak dilengkapi dengan fasilitas yang cukup yakni oksigen saat melakukan isoman.
"Dengan rumah sakit yang penuh, banyak pasien yang terpapar itu ditolak. Karena kondisi yang sudah agak parah dan ada komorbid, jadi kebanyakan di Sleman itu yang meninggal di rumah. Harusnya ada oksigen, saturasi di bawah 95, kebanyakan 80, kalau tidak dibantu oksigen kira-kira satu atau dua jam bisa meninggal," kata Lilik.
Seperti diketahui, kondisi ketersediaan (bed occupancy rate) di rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY terus meningkat. Selain itu, ketersediaan oksigen juga terus menipis akibat kebutuhan yang meningkat.
Seperti di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yang mana sempat kewalahan karena kebutuhan oksigen yang cukup tinggi. Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah, Mohammad Komarudin mengatakan, pihaknya bahkan terpaksa mendatangkan oksigen dari distributor lain agar pasokan oksigen tetap terjaga.
Kebutuhan oksigen untuk seluruh rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 DIY sendiri dipasok oleh PT Samator yang berlokasi di Jawa Tengah. Namun, RS PKU Muhammadiyah harus mendatangkan oksigen bahkan dari Surabaya dan Denpasar karena distribusi dari PT Samator tidak dapat mengimbangi kebutuhan oksigen yang naik drastis akibat lonjakan kasus positif Covid-19.
"Kami mendatangkan supplier baru tidak hanya dari PT Samator, Samator juga terbatas karena harus berbagi dengan RS lain. Kami pernah datangkan satu truk dengan 200 tabung oksigen dari Denpasar. Saya tetap minta back up, kalau mengandalkan dari Samator itu kurang," kata Komarudin.
RS Panti Rapih juga menyebut ketersediaan oksigen yang sudah sangat menipis akibat kebutuhan yang tinggi. Direktur Utama RS Panti Rapih, Triputro Nugroho mengatakan, distribusi oksigen saat ini harus dilakukan sekali dalam dua hari.
Walaupun hanya mengandalkan PT Samator, pihaknya juga memiliki stok tabung oksigen jika nantinya terjadi ketidakstabilan distribusi oksigen. Saat ini, katanya, ada stok 207 tabung oksigen dengan ukuran enam meter kubik
"Ini back up kita kalau ada suplai oksigen yang tidak terpenuhi. Disamping UGD, ruang lainnya juga butuh suplai tabung," katanya.