Rabu 07 Jul 2021 14:18 WIB

RMI PBNU Imbau Pesantren Perketat Prokes

Pesantren diminta RMI PBNU perketat prokes.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
   RMI PBNU Imbau Pesantren Perketat Prokes. Foto: Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) Pekalongan menyemprotkan cairan disinfektan di Pondok Pesantren Syafi
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
RMI PBNU Imbau Pesantren Perketat Prokes. Foto: Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) Pekalongan menyemprotkan cairan disinfektan di Pondok Pesantren Syafi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Rabhithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PBNU, KH Abdul Ghaffar Rozin atau yang akrab dipanggil Gus Rozin mengimbau kepada pesantren di seluruh Indonesia untuk memperketat protokol kesehatan. Karena, menurut dia, sudah ratusan ulama atau kiai yang wafat diduga kuat akibat Covid-19.  

“Jika pendidikannya di dalam kompleks, laksanakan dengan prokes ketat, jangan pulangkan santri, batasi keluar masuk guru dan tamu, siapkan ruang isolasi dan standarnya. RMI PBNU sudah punya protap dan SOP yang jelas untuk ini ,” ujar Gus Rozin kepada Republika.co.id, Selasa (6/7).

Baca Juga

Sedangkan bagi santri yang belajarnya di luar kompleks pesantren, Gus Rozin berharap mereka melaksanakan pembelajarannya secara daring dari asramanya masing-masing. Menurut dia, hal ini untuk menghindari penularan Covid-19 di lingkungan pesantren.  

Berdasarkan data yang diperoleh RMI dan jaringan kerjanya, menurut Gus Rozin, saat ini ada peningkatan penularan yang sangat signifikan terhadap para kiai dan pengasuh pesantren, terutama seluruh wilayah Madura dan di daerah lainnya.

Per 30 Juni kemarin saja, angka wafat kiai sudah tembus 541 orang. Menurut Gus Rozin, angka tersebut masih terus bertambah, sehingga pesantren perlu meningkatkan kewasapadaan.  “Per 4 Juli kemarin angka wafat kiai sudah tembus 595. Dan per hari ini sudah bertambah lagi sangat banyak,” ucap Gus Rozin.

Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini menjelaskan, sebenarnya sudah ada kesadaran yang cukup besar di pesantren untuk waspada terhadap penularan Covid-19. “Tapi kondisi setelah lebaran, bosannya masyarakat dengan pandemi dan faktor lain menjadikan ketaatan terhadap protokol kesehatan longgar. Ditambah lagi dengan varian baru covid-19 yang memang tidak terantisipasi dengan baik,” kata Gus Rozin.

Karena itu, Gus Rozin memohon kepada para kiai dan nyai di pesantren untuk tidak menerima tamu dulu di masa darurat ini. Begitu juga kepada para jamaah, alumni dan wali santri untuk tidak mengundang kiai pesantren ke acara yang bersifat massal.  

Untuk menjaga para ulama dan kiai di masa pandemi ini, dia pun meminta kepada pemerintah Indonesia mempercepat pelaksanaan vaksinasi untuk masyarakat pesantren. “Percepat pelaksanaan vaksinasi untuk para kiai, guru-guru pesantren dan para santri tanpa memandang domisili dan administrasi yang rumit. Buka lebar-lebar akses vaksinasi dan permudah prosedurnya,” jelasnya.

Selain itu, Gus Rozin juga mengimbau kepada masyarakat umum untuk selalu beikhtiar di masa pandemi Covid-19 ini. Karena, menurut dia, ikhtiar itu merupakan bagian dari mewujudkan maqasid syariah yakni hifdzu an nafs (menjaga jiwa).  

“Patuhilah protokol kesehatan dan arahan pemerintah karena tidak bertentangan dengan syariah,” ujarnya.

Gus Rozin menyatakan, RMI PBNU mendukung Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat (PPKM Darurat) yang diberilakukan pemerintah baru-baru ini. Namun, menurut dia, pemerintah harus serius melaksanakan kebijakan ini dari atas sampai bawah, dari pusat sampai daerah.

“Pemerintah harus tegas dan konsisten dengan kebijakannya sendiri. Termasuk tegas menutup kegiatan kerumunan apapun dan siapapun. Menutup perbatasan, bandara dan pelabuhan. Selain untuk mencegah datangnya varian baru juga untuk menciptakan rasa keadilan,” ucapnya.

Selain itu, menurut dia, semua kepala daerah juga harus jujur dengan angka penularan Covid-19 di wilayahnya masing-masing. Karena, menurut Gus Rozin, masih banyak kepada daerah yang menutupi angka Covid-19 sebenarnya.

“Pemerintah harus satu suara dan satu komando. Berbeda-bedanya pendapat para pejabat membuat masyarakat bingung dan ‘mulas’. Tak bisa lagi dibedakan antara pendapat dan kebijakan,” jelasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement