Kamis 08 Jul 2021 12:26 WIB

Kota-Kota Pesisir Hadapi Ancaman Mematikan

Pesisir laut selama berabad-abad jadi pusat lalu lintas perdagangan antarnegara,

Tanggul beton berdiri dan tanaman-tanaman bakau muda tumbuh di pesisir Pulau Sabira, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Ahad (20/6/2021). Pembangunan tanggul dan pemecah ombak oleh pemerintah serta penanaman tanaman bakau oleh masyarakat setempat dilakukan sebagai upaya mencegah abrasi oleh gelombang arus laut yang mengikis wilayah pulau di ujung utara Kepulauan Seribu itu.
Foto: ANTARAADITYA PRADANA PUTRA
Tanggul beton berdiri dan tanaman-tanaman bakau muda tumbuh di pesisir Pulau Sabira, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Ahad (20/6/2021). Pembangunan tanggul dan pemecah ombak oleh pemerintah serta penanaman tanaman bakau oleh masyarakat setempat dilakukan sebagai upaya mencegah abrasi oleh gelombang arus laut yang mengikis wilayah pulau di ujung utara Kepulauan Seribu itu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Selama ribuan tahun, manusia terus membangun kota-kota besar di pinggiran pantai, muara, dan delta. Kini, terkait dengan pemanasan global, risiko bahaya yang kita hadapi juga meningkat drastis.

Pesisir laut selama berabad-abad jadi pusat lalu lintas perdagangan antarnegara, pembangunan, dan peleburan budaya. Namun kini, saat perubahan iklim menjadi kenyataan, wilayah-wilayah pesisir pantai dan muara menghadapkan penduduknya pada ancaman risiko.

Baca Juga

Demikian laporan yang tidak diterbitkan panel penasihat iklim PBB - IPCC, yang diperoleh secara eksklusif oleh kantor berita AFP. Dalam laporan itu tergambar ancaman iklim yang luas dan mendesak untuk ditangani.

Di kota-kota besar, kawasan perkantoran, menara, gudang, rumah-rumah, dan jalanan berdesak-desakan "memeluk laut". Kota-kota ini berada di "garis depan" risiko, demikian isi laporan Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC).

"Pilihan yang sulit, akan dan perlu dibuat, karena permukaan laut terus naik, banjir dan badai menjadi lebih sering dan makin intensif, suhu global meningkat, tingkat keasaman air naik dan gelombang panas pun makin intensif," tambah laporan itu.

Naiknya permukaan air laut kemungkinan memicu banjir. Di beberapa tempat, orang-orang sudah tahu betul kekuatan air yang bisa merusak.

"Dulu saya pernah menjadi menantu dari keluarga kaya," ujar Yasmin Begum, warga Bangladesh, kepada AFP.

"Mertua dan orang tuaku memiliki segalanya, ternak, rumah bagus, lahan pertanian. Tapi sungai mengambil semuanya."

Keluarganya pernah hidup relatif makmur di selatan distrik Bhola, salah satu delta terpadat di dunia. Kemudian, pada suatu malam, 12 tahun yang lalu, Sungai Meghna yang "mengamuk", melahap semua yang mereka miliki.

Begum sekarang berusia 30 tahun, kini menjadi seorang ibu rumah biasa tangga di Dhaka. Suaminya menjadi pengemudi becak sepeda di jalan-jalan kota yang berpolusi tinggi.

Mereka lolos dari bencana banjir dan menghadapi risiko lainnya: Rumah baru mereka, di salah satu lorong sempit daerah kumuh, juga terletak hanya beberapa meter dari bantaran sungai.

 

sumber : DW
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement