REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Korea Utara telah menolak vaksin Covid-19 dari AstraZeneca yang akan dikirim melalui fasilitas COVAX karena kekhawatiran tentang potensi efek samping. Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu tampaknya memilih untuk mendapatkan vaksin buatan Rusia.
Hal itu berdasar pada informasi dari lembaga think tank Korea Selatan, Institut Strategi Keamanan Nasional (INSS). Lembaga itu juga menyebut bahwa Pyongyang menolak vaksin buatan China karena tidak mempercayai kemanjuran dan keamanannya.
“Karena Korea Utara telah menolak vaksin AstraZeneca yang direncanakan dipasok melalui COVAX atas kekhawatiran efek samping, Korea Utara telah menjajaki kemungkinan untuk mengamankan obat alternatif," kata INSS dalam sebuah laporan, seperti dilansir dari Korea Times, Jumat (9/7).
“Korea Utara juga tetap menolak vaksin buatan China karena ketidakpercayaan terhadap obat-obatan tersebut. Tampaknya mereka memiliki penilaian positif terhadap produk buatan Rusia, tetapi Pyongyang meminta pasokan secara gratis,” tambah INSS.
INSS mengatakan bahwa bahkan jika Korea Utara berhasil mendapatkan vaksin Pfizer dan Moderna, Korea Utara dapat menghadapi kesulitan dalam mengoperasikan gudang cold-chain atau rantai dingin agar vaksin tetap segar, mengingat kekurangan listrik yang kronis.
Korea Utara diperkirakan akan menerima sekitar 2 juta dosis vaksin virus corona melalui COVAX, tetapi belum dikirim ke negara itu.
Sebelumnya, seorang pejabat Korea Selatan mengatakan bahwa penundaan pengiriman vaksin mungkin disebabkan oleh ketidaksiapan rivalnya dalam menerima pasokan vaksin. Pyongyang juga dinilai gagap dalam memutuskan rencana vaksinasi nasional dan jumlah orang yang akan mendapatkan suntikan.
Korea Utara telah mengklaim bebas dari virus corona tetapi, telah mengambil tindakan yang relatif cepat dan keras terhadap pandemi, seperti memberlakukan kontrol perbatasan yang ketat sejak awal tahun lalu.