REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menilai penerapan protokol kesehatan (prokes) pada moda transportasi ibu kota di bawah jaringan Jaklingko sudah ketat.
Menurut Djoko, kebijakan PPKM Darurat oleh pemerintah serta didukung dengan ketatnya protokol kesehatan oleh para penyelenggara transportasi Jabodetabek jaringan JakLingko, seperti MRT Jakarta, TransJakarta dan mikro trans, LRT Jakarta, KAI Commuter dan Railink Bandara Soekarno-Hatta, diharapkan dapat memutus mata rantai penularan Covid-19.
"Penyelenggara transportasi ini kan merupakan badan usaha sehingga memang dapat dikendalikan dalam hal menegakkan protokol kesehatan," kata Djoko di Jakarta, Rabu (15/7).
Djoko menilai bahwa penegakan prokesdi seluruh moda transportasi tidak akan berarti tanpa kesadaran masyarakat untuk mengikuti aturan, termasuk mengurangi mobilitas. Apalagi selama PPKM Darurat mobilitas semakin terkendali karena moda transportasi mewajibkan lampiran Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) atau dokumen pendukung lainnya kepada penumpang.
Djoko menambahkan bahwa penguatan prokes dapat dilakukan dengan penggunaan kamera termal untuk mendeteksi suhu badan seseorang dari kamera. Kamera termal dapat ditempatkan pada fasilitas transportasi seperti halte dan stasiun yang padat penumpang.
Sedangkan pakar kesehatan masyarakat Hasbullah Thabrany menilai bahwa prokes yang telah diterapkan pada jaringan transportasi ibu kota sederhana, namun masih saja banyak masyarakat yang abai.
"Protokol kesehatan itu sederhana, hanya orang yang memang sangat perlu bepergian harusnya boleh bepergian. Kalau pekerjaan yang biasa (non esensial), sebaiknya dari rumah saja," kata Hasbullah.
Hasbullah menilai prokes yang diterapkan pada transportasi sudah dilakukan semaksimal mungkin, terutama menjaga jarak aman 1,5 meter antarpenumpang di dalam kendaraan dan larangan berbicara.
"Di transportasi umum seperti mobil hingga kereta minimum ada jarak 1,5 meter, tidak boleh berbicara selama di dalam itu, karena berbicara punya potensi menyebar virus, jadi semua harus diam," kata Hasbullah.