Rabu 21 Jul 2021 13:42 WIB

Pajak Karbon Dukung Pertumbuhan Energi Terbarukan

Kebijakan emisi karbon bisa menjadi daya tarik dalam pengembangan energi terbarukan.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi Hutan. Ketua Yayasan Perspektif Baru, Hayat Mansur, mengatakan kebijakan pajak emisi karbon dapat meningkatkan pertumbuhan energi terbarukan.
Foto: ANTARA FOTO
Ilustrasi Hutan. Ketua Yayasan Perspektif Baru, Hayat Mansur, mengatakan kebijakan pajak emisi karbon dapat meningkatkan pertumbuhan energi terbarukan.

REPUBLIKA.CO.ID, TAPANULI SELATAN -- Ketua Yayasan Perspektif Baru, Hayat Mansur, mengatakan kebijakan pajak emisi karbon dapat meningkatkan pertumbuhan energi terbarukan. Menurut Hayat, kebijakan emisi karbon bisa menjadi daya tarik dalam pengembangan energi terbarukan.

"Namun hal itu harus didukung juga dengan adanya reward atau kebijakan insentif untuk mendorong peralihan ke energi terbarukan," kata Hayat, melalui siaran pers yang diterima Republika, Rabu (21/7).

Ia menjelaskan, pemerintah berencana menerapkan pajak karbon mulai tahun depan sebagai salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi emisi karbon. Nantinya, produsen listrik berbasis energi fosil seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) akan ikut terkena pajak karbon ini.

Hayat menilai, kebijakan pemerintah yang akan menghadirkan pajak emisi karbon memperbesar harapan energi terbarukan untuk berkembang lebih cepat dan kompetitif dengan energi fosil.

Tujuan utama pajak karbon adalah untuk meredam emisi secara nasional. Namun upaya tersebut perlu kebijakan pendukung lainnya. Salah satunya, pengenaan pajak karbon harus didukung kebijakan insentif untuk mendorong peralihan ke energi terbarukan yang ramah lingkungan.

"Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan dana dari pajak karbon untuk membiayai insentif tersebut. Jadi perusahaan tidak hanya menerima hukuman (punishment) jika menghasilkan emisi karbon, tetapi juga didorong dengan adanya insentif (reward) yang bisa didapat jika beralih ke teknologi ramah lingkungan," ucap Hayat.

Hayat menyarankan supaya pemerintah berkomunikasi dengan semua pihak sehubungan kesiapan dan konsekuensi yang bakal dihadapi terkait dengan kebijakan ini. Karena kebijakan tersebut  tidak bisa mengandalkan otoritas pajak saja, melainkan juga harus melibatkan kolaborasi berbagai instansi dan publik agar tujuan pengurangan emisi karbon tercapai dengan beralih ke energi bersih.

Dari sisi ketersediaan energi bersih, menurut Hayat, Indonesia termasuk negara paling kaya sumber energi terbarukan dengan memiliki potensi energi terbarukan besar mencapai 442,4 GW. Salah satu yang terbesar adalah dari energi air mencapai 75 GW (75 ribu MW).

 

Kemudian pemanfaatan air sebagai energi listrik di Indonesia juga bisa mencapai kapasitas besar dan mampu mengurangi emisi karbon sangat signifikan. Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.

Pemanfaatan energi terbarukan seperti PLTA sangat penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim yang kini makin menjadi kenyataan, seperti peningkatan curah hujan,  banjir, dan kekeringan berkepanjangan. Pada akhirnya, perubahan iklim dapat mengakibatkan kemusnahan semua spesies dan kehidupan di muka bumi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement