LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Natalie Sarah menceritakan kejadian saat adik dan asisten rumah tangga (ART) hampir keracunan obat saat terpapar Covid-19. Resep obat itu mereka dapat dari broadcast WhatsApp, yang disebut bisa menyembuhkan Covid-19.
Tanpa berkonsultasi dengan dokter, adik dan ART Natalie Sarah nekad mengkonsumsi obat tersebut. Alhasil, keduanya sempat mengalami sesak napas.
"Kalau adik aku itu ada sempat sesak sama mbak karena minum obat keras. Itu pelajaran buat kita. Mohon maaf ya. Itu aku pertama kali beli itu, tanpa resep dokter. Dari broadcast orang kan," kata Natalie Sarah, ditemui di kawasan Jalan Kapten P Tendean, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Juli 2021.
Perempuan 37 tahun ini langsung menyuruh adik dan ART-nya berhenti mengkonsumsi obat tersebut. Natalie Sarah khawatir obat tanpa resep tersebut justru membahayakan nyawa.
"Sempat sehari, mereka minum. Aku suruh setop karena aku tanya dokter akhirnya. Kondisi covid, minum obat salah. Takutnya bukan karena covidnya, karena obatnya, salah pilih obat," ujar Natalie Sarah.
Natalie Sarah tak mengingat nama obat yang beredar di broadcast WhatsApp itu. Namun dia bilang, obat tersebut memang diperuntunkan bagi pasien Covid-19.
"Lupa nama obatnya. Di tv suka ada kok. Kan suka ada panduan isoman," imbuh ibu dua anak ini.
Satu hal yang baru disadari Natalie Sarah, efek obat bisa berbeda-beda di setiap orang. Minum obat tanpa anjuran dokter dapat berdampak fatal bagi kesehatan si pasien.
"Sebenarnya (obat) itu benar, kalau gejalanya sama mungkin ya. Misalkan dia mau ambil jalan sesuai anjuran itu, tanya lagi dokter. Boleh nggak, gitu. Bukan salah, tapi ditanya lagi ke dokter," tutur Natalie Sarah.
Waspada Hoaks Covid-19
Mabes Polri menyatakan sampai saat ini terdapat 104 kasus hoaks terkait virus corona atau Covid-19. Konten hoaks tersebut paling banyak ditangani oleh Polda Metro Jaya (PMJ) sebanyak 14 kasus. Ia pun mengimbau agar masyarakat berhati-hati dan selektif dalam menerima informasi tersebut.
"Bahwa sampai dengan hari ini, terdapat 104 kasus hoaks corona. Paling banyak yang menangani kasus tersebut adalah PMJ sebanyak 14 kasus," kata Kabag Penum Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan saat virtual konferensi pers melalui akun Instagram.
Kemudian, ia menjelaskan, PMJ menangani 14 kasus, Polda Jawa Timur menangani 12 kasus, Polda Riau menangani 9 kasus, Polda Jawa Barat menangani 7 kasus. "Lalu, Dittipidsiber Bareskrim menangani 6 kasus dan 56 kasus lainnya ditangani oleh Polda jajaran," kata dia.
Para tersangka dijerat Pasal 45 dan 45 A Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana 6 tahun penjara dan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana. Mereka terancam hukuman lima tahun penjara.