Jumat 23 Jul 2021 14:07 WIB

Harga Batas Atas Tes Antigen Harusnya di Kisaran Rp 100 Ribu

Ombudsman Jakarta nilai harga antigen Rp 250 ribu terlalu tinggi.

Red: Indira Rezkisari
Warga melakukan pemeriksaan swab antigen di klinik dan fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan deteksi COVID-19 di kawasan Warung Buncit, Jakarta, Rabu (30/6/2021). Di tengah kasus COVID-19 yang terus meningkat, sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan di kawasan itu mulai marak menawarkan layanan swab antigen dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp74 ribu hingga Rp89 ribu.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Warga melakukan pemeriksaan swab antigen di klinik dan fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan deteksi COVID-19 di kawasan Warung Buncit, Jakarta, Rabu (30/6/2021). Di tengah kasus COVID-19 yang terus meningkat, sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan di kawasan itu mulai marak menawarkan layanan swab antigen dengan harga yang bervariasi mulai dari Rp74 ribu hingga Rp89 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Jakarta Raya memperkirakan harga batas atas tes usap antigen seharusnya mencapai kisaran Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu atau lebih rendah dari harga batas atas yang ditetapkan. Harga yang ditetapkan saat ini mencapai Rp 250 ribu untuk di Jawa.

"Harga batas atas swab antigen seharusnya berkisar di angka Rp 50 ribu-Rp 100 ribu saja," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, Jumat (23/7).

Baca Juga

Menurut dia, berdasarkan informasi importir alat tes usap antigen, harga satuan alat dengan kualitas reagen dari China mencapai Rp 7.500 jika pembelian dengan skema kedua pemerintah untuk pembelian minimal lima juta alat. Sedangkan untuk reagen dari Kanada berada pada kisaran 3,6 dolar AS atau sekitar Rp 50 ribu per satuan.

Teguh menambahkan, jika mengambil contoh keuntungan yang diambil penyelenggara GeNose dengan memungut Rp 30 ribu untuk biaya personel, administrasi (surat bebas atau positif Covid-19), dan keuntungan mereka, harganya kisaran Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. "Ombusdman Jakarta Raya menilai mustahil jika Kemenkes dan BPKP tidak memiliki informasi tersebut," ucapnya.