REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Warga Palestina di Gaza mengalami krisis ekonomi yang melumpuhkan setelah perang Israel pada Mei lalu. Mereka harus melewati dua perayaan Islam, Idul Fitri dan Idul Adha dalam kondisi yang suram dengan toko-toko yang kosong, penjualan yang buruk, dan harga yang tidak terjangkau.
Dilansir di Al Araby, Rabu (21/7), warga Palestina di daerah kantong pantai yang diblokade mengalami krisis ekonomi akibat pembatasan yang diperketat. Hal ini berimbas pada kekurangan barang menjelang hari raya. Otoritas Israel hanya mengizinkan masuknya pakaian, kain, dan barang-barang industri makanan ke Gaza pekan lalu.
Sedangkan bahan baku yang sangat dibutuhkan untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak akibat perang dilarang sehingga warga Gaza dikelilingi oleh kehancuran. Semen dan besi termasuk barang terlarang. Kedua barang ini didefinisikan sebagai barang penggunaan ganda yang diklaim Israel dapat digunakan untuk keperluan sipil dan militer.
Pertempuran 11 hari Mei lalu merusak atau menghancurkan lebih dari 16 ribu rumah Palestina, 58 sekolah, sembilan rumah sakit dan 19 klinik. Lebih dari 256 orang meninggal, termasuk 66 anak-anak.
Pemilik toko Gaza mengatakan mereka menderita rekor penjualan rendah di tengah situasi ekonomi yang tragis di Gaza. Blokade 14 tahun Israel dan Mesir, yang diperketat menyusul pengeboman Israel atas Gaza pada Mei menyebabkan krisis kemanusiaan berkepanjangan.