Kamis 05 Aug 2021 22:47 WIB

Bantuan ke Panti Asuhan Tasikmalaya Berkurang Selama Pandemi

Panti Asuhan Tasikmalaya mencoba bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19

Rep: Bayu Adji P/ Red: Nashih Nashrullah
Sejumlah anak berkumpul di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Kota Tasikmalaya, Kamis (5/8).
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Sejumlah anak berkumpul di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan Kota Tasikmalaya, Kamis (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA – Pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir dirasakan dampaknya ke berbagai sektor. Tak terkecuali, kehidupan anak-anak yang tinggal di Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan di Kota Tasikmalaya.  

Pimpinan Panti Sosial Asuhan Anak Taman Harapan, Mamun, mengatakan dampak pandemi Covid-19 cukup terasa di tempatnya. Sebab, selama pandemi terjadi, bantuan yang masuk ke panti itu berkurang.   

Baca Juga

"Sumbangan dari pemerintah jadi kurang ke tempat kami selama pandemi dua tahun terakhir," kata dia ketika didatangi Republika.co.id, Kamis (5/8).

Dia memahami, pemerintah juga mengurus masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Namun, anak-anak di panti sosial juga terdampak. Mestinya, pemerintah juga dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan anak yang tinggal di panti sosial.   

Akibat berkurangnya bantuan dari pemerintah, Mamun mengatakan, pihaknya harus menyesuaikan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan anak-anak dengan pemasukan ke panti sosial. Sebab, sumber utama pemasukan ke panti itu adalah bantuan dari luar.   

"Namun alhamdulillah masih ada bantuan dari masyarakat yang masih peduli. Mereka ada yang kasih beras, uang, dan pakaian. Jadi kami masih bisa berjalan, anak-anak juga sehat semua," kata dia.   

Menurut Mamun, sejak panti itu berdiri pada 1952, tak pernah sekalipun pihaknya meminta uang kepada keluarga anak. Anak-anak yang diasuh di tempat itu tak diminta sepeser pun uang. Sebab, mayoritas anak yang diasuh di tempat itu berasal dari kalangan menengah ke bawah.   

Saat ini, dia menyebutkan, terdapat 40 anak yang diasuh di tempat itu. Sebanyak 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Mereka semua berasal dari Kabupaten Tasikmalaya.  

Rata-rata anak yang tinggal di panti itu sudah tak memiliki orang tua. Namun, ada pula yang orang tuanya bekerja di kota, sehingga anaknya tak ada yang mengurus di rumahnya.  

Mamun mengatakan, anak-anak yang tinggal di panti datang dari berbagai usia. Ada yang masih duduk di sekolah dasar (SD) hingga mereka sekolah menengah atas (SMA). Mereka yang tinggal di panti seluruhnya tetap melanjutkan sekolah. Namun, pihak panti tak membebankan biaya pendidikan itu kepada keluarga.  

Mamun berharap, pandemi Covid-19 dapat cepat berakhir. Dengan begitu, pemerintah bisa kembali memberikan bantuan ke panti asuhan itu. "Jadi pelayanan anak-anak di sini juga bisa lebih maksimal," kata dia. 

Salah seorang anak yang tinggal di panti itu, Amarudin (12) mengaku baru beberapa pekan terakhir tinggal di sana. Selama ini, dia diasuh bibinya di Kecamatan Salopa, Kabupaten Tasikmalaya. Ayahnya sudah lama meninggal dunia. Sementara ibunya kerja di Jakarta dan hanya pulang setahun sekali. "Terus saya dibawa ke sini sama bibi," kata dia.  

Menurut Amirudin, lebih enak tinggal di panti ketimbang bersama bibinya. Sebab, di panti ia bisa memiliki banyak teman.

Sementara itu, salah seorang anak lainnya, Risman (16) mengaku sudah tiga tahun terakhir tinggal di panti itu. Ia memilih tinggal di panti karena ibunya menikah lagi, setelah ayahnya meninggal dunia.  

"Saya di sini sama adik saya yang kecil. Kakak-kakak saya sudah kerja semua," kata anak yang berasal dari Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya itu  

Menurut dia, hidup di panti lebih enak dibanding harus ikut ibunya yang saat ini tinggal bersama ayah tirinya. Sebab, setelah ibunya menikah lagi, Risman dan adiknya merasa tak diperhatikan orang tuanya.  

"Enak di sini, bisa sekolah. Kalau di sana keyak gak diurus. Di sini juga makan teratur, banyak teman juga," kata anak yang bercita-cita jadi tentara itu.   

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement