Senin 09 Aug 2021 16:30 WIB

Presiden ICYF Sebut Islamofobia Sebuah Anomali

Presiden ICYF Sebut Islamofobia Sebuah Anomali

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Presiden ICYF Sebut Islamofobia Sebuah Anomali. Foto: Islamofobia (ilustrasi)
Foto: Bosh Fawstin
Presiden ICYF Sebut Islamofobia Sebuah Anomali. Foto: Islamofobia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  ISTANBUL -- Presiden Forum Pemuda Kerjasama Islam (ICYF), Taha Ayhan, mengatakan Islamofobia bukanlah fenomena sosiologis sederhana. Hal ini tidak dapat dijelaskan dengan satu alasan.

"Islamofobia adalah penyakit, anomali yang muncul bersamaan dengan dinamika temporal dan spasial," kata Taha Ayhan dikutip di Anadolu Agency, Senin (9/8).

Baca Juga

Ia menyebut wacana pengrusakan atau kebencian terhadap semua agama, termasuk Islam, telah meningkat di seluruh dunia. Termasuk di dalamnya upaya diskriminatif yang menargetkan Islam.

Di sisi lain, ia menekankan Islam dikirim untuk seluruh umat manusia, agama umum bagi umat manusia, serta diterima sebagai warisan bersama. Namun Islam diserang seolah-olah milik peradaban tertentu dan asing bagi pihak yang lain.

Politisi seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron dan pemimpin Partai untuk Kebebasan di Belanda, Geert Wilders, disebut mencoba membuka wilayah untuk mereka sendiri dalam politik domestik dan internasional, serta memposisikan diri mereka melalui Islamofobia.

Ayhan lantas menyebut saat ini upaya untuk membentuk kembali Islam telah berlangsung di negara-negara Eropa, terutama Perancis dan Jerman.

"Diskriminasi terhadap Muslim bertentangan dengan Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, serta nilai-nilai dasar yang dirujuk oleh Uni Eropa, Dewan Eropa dan Komisi Eropa," ujarnya.

Adapun terlepas dari hak-hak di atas, para politisi Jerman dan Prancis menggunakan jalan hukum, mengesahkan undang-undang, untuk memberi ruang bagi diri mereka sendiri. Cara ini membuat warga negara mereka menyesuaikan diri dengan sistem kepercayaan yang mereka usulkan.

"Ini adalah upaya yang harus dikutuk dan dihindari. Undang-undang dan kriteria demokrasi mereka bertentangan dengan keputusan yang telah mereka ambil," lanjutnya.

Terakhir, ia menggarisbawahi fondasi lembaga think tank diperlukan untuk memerangi Islamofobia secara efektif. Lembaga think tank, saluran televisi dan radio atau pers disebut bisa mengambil peran serius secara global dalam mengklaim hak-hak yang ada.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement