Selasa 10 Aug 2021 15:45 WIB

Korut Peringatkan Latihan Militer AS-Korsel

Menurut Korut, perdamaian hanya mungkin dicapai jika AS menarik pasukan dari Korsel

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pasukan Korea Selatan berjaga di perbatasan dengan pasukan Korea Utara.
Foto: Reuters
Pasukan Korea Selatan berjaga di perbatasan dengan pasukan Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan (Korsel) dan Amerika Serikat (AS) akan menghadapi ancaman keamanan yang lebih besar lagi karena tetap menggelar latihan militer bersama yang dijadwalkan pekan ini. Peringatan ini disampaikan pejabat tinggi partai berkuasa Korea Utara (Korut) dan adik perempuan Pemimpin Kim Jong-un, Kim Yo Jong.

Kantor berita Korsel Yonhap melaporkan latihan militer gabungan Korsel dan AS akan dimulai pada Selasa (10/8). Latihan tetap digelar walaupun Korut sudah memperingatkan latihan tersebut akan memundurkan progres upaya memperbaiki hubungan dua negara Korea.

Baca Juga

Kantor berita Korut, KCNA, melaporkan Kim Yo Jong mengatakan latihan tersebut 'tidak diterima, tindakan menghancurkan diri' yang mengancam rakyat Korut dan meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea.

"AS dan Korsel akan menghadapi ancaman keamanan serius karena mengabaikan peringatan kami yang disampaikan berulang kali sebelum latihan perang yang berbahaya," kata Kim.

Ia menuduh Korsel melakukan 'tindakan berbahaya' karena tetap menggelar latihan gabungan tersebut tidak lama setelah Pyongyang dan Seoul memutuskan memperbaiki hubungan untuk meredakan ketegangan.

Reaksi Korut pada latihan gabungan itu mengancam upaya Presiden Korsel Moon Jae-in untuk membuka kembali kantor perwakilan yang Pyongyang ledakan tahun lalu dan menggelar kembali pertemuan kedua negara untuk memperbaiki hubungan.

Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan waktu, skala, dan formasi latihan belum difinalisasi. Pasukan AS di Korea menolak berkomentar.

Warisan dari Perang Korea 1950-1953, AS menempatkan 28.500 pasukan di Korsel. Perang tersebut berakhir dengan gencatan senjata bukan perjanjian damai hingga secara teknis dua negara Korea masih berperang.

Demi membuka jalan perundingan yang bertujuan mengakhiri program nuklir dan rudal Korut, skala latihan gabungan AS-Korsel dalam beberapa tahun terakhir terus dikecilkan. Namun negosiasi tahun 2019 gagal sementara Korut dan AS mengatakan pintu diplomasi mereka tetap terbuka. Akan tetapi kedua negara menunggu pihak lain untuk bergerak.

Kim Yo Jong mengatakan aksi militer AS menunjukkan perundingan diplomasi Washington adalah kemunafikan untuk menutupi agresinya di semenanjung Korea. Ia mengatakan perdamaian hanya mungkin dicapai jika AS menarik pasukan dari Korsel.

Ia mengatakan Korut akan mendorong 'absolute deterrence' atau tindak pencegahan serangan musuh. Seperti meningkatkan 'kemampuan serang pre-emptive yang kuat' untuk menahan ancaman militer AS yang terus meningkat.

"Kenyataan telah membuktikan hanya praktik pencegahan, bukan kata-kata yang dapat menjamin perdamaian dan keamanan di semenanjung Korea dan karena itu sangat penting bagi kami untuk membangun kekuatan demi menahan ancaman dari luar," katanya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement