REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kanker rongga mulut masih menjadi persoalan kesehatan dunia. Secara global, sekitar 500 ribu kasus baru kanker rongga mulut terdiagnosis per tahun, dan tiga perempat dari kasus baru itu berasal dari negara-negara berkembang.
Guru Besar Ilmu Penyakit Mulut UGM, Prof Supriatno menilai, terapi konvensional masih belum turunkan angka kematian. Global Cancer Statistics 2021 melaporkan angka insidensi dan kematian kanker rongga mulut pada 2020 berturut 2,0 dan 1,8.
"Data tersebut menunjukkan belum adanya perbaikan terapi kanker dan peningkatan ketahanan serta kualitas hidup penderita," kata Supriatno, Kamis (12/8).
Ada beberapa kelemahan terapi konvensional. Resistensi obat kemoterapi, estetik buruk usai pembedahan, resistensi radioterapi, efek samping kemoterapi dan naiknya kasus metastasis sel kanker ke organ vital, serta angka kematian tinggi.
Untuk itu, Supriatno menekankan, perlu edukasi yang lebih baik ke masyarakat sebagai pencegahan kanker rongga mulut. Edukasi faktor risiko terkait gaya hidup dan peningkatan kesadaran, serta perangkat deteksi dini yang lengkap.
Dengan begitu, diharapkan prognosis penyakit menjadi lebih baik dengan terapi yang diberikan tepat, individual dan optimal. Saat ini, telah pula dikembangkan strategi terapi baru untuk perawatan kanker yang dikenal sebagai novel therapy.
"Ini merupakan terapi pengembangan sistem pengiriman materi genetik atau obat canggih dan praktis untuk meningkatkan penetrasi obat dan efisiensi terapeutik. Ada terapi obat tertarget, imun, gen kanker rongga mulut, terapi fotodinamik," ujar Supriatno.
Supriatno menilai, terapi baru ini ditujukan meningkatkan ketahanan hidup dan kualitas hidup penderita dan menurunkan angka kematian. Dikembangkan berdasarkan ketidakpuasan ahli onkologi dunia di manajemen terapi kanker.
"Novel therapy yang terus dikembangkan menjanjikan keuntungan sangat besar bagi penderita kanker, khususnya rongga mulut karena lokasi anatomi dan aplikasinya mudah terjangkau," kata Supriatno.
Keuntungan novel therapy yakni estetik wajah tidak terganggu, tidak ada resistensi obat, dan penyembuhan lesi kanker memuaskan dengan re-epitelisasi. Selain itu, terapi ini dilakukan tanpa mengorbankan jaringan di sekitarnya dan organ vital di bawahnya.
Lalu, tidak ada efek toksik di jaringan sehat, meningkatkan imun tubuh, aktivitas bicara-mengunyah dan menelan makanan tidak terganggu, tingkat kepuasan penderita terhadap terapi tinggi. Jadi, kualitas dan ketahanan hidup lebih baik.
Novel therapy dengan beragam jenis terapi obati lesi kanker besar, kambuhan, berdampak minimal penderita jangka pendek atau panjang. Peningkatan kualitas hidup usai terapi dengan mengembalikan fungsi tubuh dapat dilakukan mandiri.
"Estetika wajah tidak terganggu, mencerminkan kebahagiaan penderita atas keberhasilan perawatan. Peningkatan kualitas hidup dan kapasitas fungsional jadi lebih baik, sehingga memperpanjang usia hidup penderita," ujar Supriatno.