REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Agen keamanan Rusia menahan kepala lembaga penelitian yang fokus teknologi hipersonik. Pada Kamis (12/8), kantor berita Rusia, Tass melaporkan tersangka yang berusia 73 tahun itu didakwa atas pasal tindak pidana pengkhianatan.
Alexander Kuranov yang ditangkap di Moskow akan hadir di hadapan pengadilan. Tass mengutip seorang petugas penegak hukum yang mengatakan Badan Keamanan Federal Rusia ingin ia ditahan selama dua bulan.
Kuranov adalah direktur jenderal Fasilitas Penelitian Sistem Hipersonik di St Petersburg. Situs fasilitas tersebut menyebut ia pakar teknologi hipersonik dan sedang mengawasi proses pembuatan konsep pesawat hipersonik Rusia yang baru, Ayaks.
Teknologi hipersonik mendorong sebuah objek bergerak lebih cepat dari kecepatan suara. Sejak 2014 lalu, hubungan Rusia dengan negara-negara Barat sedang berada di titik terendah setelah Perang Dingin.
Presiden Vladimir Putin mengatakan perkembangan senjata hipersonik Rusia tak tertandingi. Kantor berita Intervax mengutip sumber yang mengatakan Kuranov ditangkap karena diduga mengirimkan informasi rahasia ke warga asing mengenai penelitian teknologi hipersonik yang sudah lama ia kerjakan.
Di Rusia, kasus spionase dan pengkhianatan biasanya tidak diungkapkan. Detail kasus-kasus tersebut juga tidak diketahui karena sifatnya yang rahasia.
Pengadilan Moskow mengkonfirmasi akan melakukan persidangan untuk memutuskan apakah Kuranov akan tetap ditahan. Pengacaranya belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Kejahatan mengkhianati negara dapat dihukum penjara hingga 20 tahun. Pada April lalu, seorang pengajar penerbangan mendapat vonis dengan hukum tersebut setelah dinyatakan bersalah mengekspor secara ilegal teknologi atau informasi teknis.
Beberapa tahun terakhir Rusia telah mendakwa sejumlah ilmuwan, tentara dan pejabat dengan pasal pengkhianatan. Mereka dituduh memberikan informasi sensitif ke negara asing. Kritikus mengatakan dakwaan Kremlin biasanya tidak mendasar dan tidak dapat diselidiki ulang karena rahasia.