REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siti Khadijah binti Khuwailid dilahirkan pada tahun 68 sebelum Hijriyah, di sebuah keluarga yang mulia dan terhormat. Dia tumbuh dalam suasana yang dipenuhi dengan perilaku terpuji.
Ulet, cerdas dan penyayang merupakan karakter khusus kepribadiannya. Sehingga masyarakat di zaman Jahiliyah menjulukinya sebagai at-Thahirah (seorang wanita yang suci).
Khadijah berprofesi sebagai pedagang yang mempunyai modal sehingga bisa mengupah orang untuk menjalankan usahanya. Dalam berbisnis, Khadijah membagi keuntungan dari perolehan usaha tersebut.
Khadijah memiliki rombongan dagang besar seperti pada umumnya rombongan dagang kaum Quraisy lainnya. Sebagai pebisnis, Khadijah dikenal sukses dan hebat.
Suatu saat Khadijah mendengar tentang Rasulullah SAW. Ada sesuatu yang menarik perhatian Khadijah tentang kejujuran, amanah, dan kemuliaan akhlak pemuda Muhammad.
Pada saat itu, Abu Thalib berkata pada keponakannya, Muhammad SAW, “Aku adalah orang yang tidak mempunyai harta sedangkan kebutuhan zaman semakin hari semakin mendesak. Umur telah kita lalui dengan sia-sia tanpa ada harta dan perniagaan. Lihatlah Khadijah, dia mampu mengutus beberapa orang untuk menjalankan niaganya, sehingga mereka mendapatkan hasil dari barang yang diniagakan. Andai Engkau datang kepadanya (untuk menjalankan niaganya) dengan keutamaanmu dibandingkan yang lainnya, tentu tidak akan ada yang menyaingimu, terutama sekali dengan kesucianmu.”
Baca juga : Taliban Berkuasa Lagi, Bagaimana Aturan Burqa Saat Ini?
Kemudian Khadijah memberikan pekerjaan kepada Rasulullah SAW agar menjalankan barang dagangannya ke negeri Syam dengan ditemani anak bernama Maisarah. Beliau diberi modal yang cukup besar dibandingkan lainnya. Rasulullah menerima pekerjaan tersebut dan disertai Maisarah menuju kota Syam.
Sesampainya di negeri tersebut, Muhammad mulai menjual barang dagangannya, dan kemudian hasil dari penjualan tersebut beliau belikan barang lagi untuk dijual di Makkah.
Setelah misi dagangnya selesai, Muhammad muda bergabung dengan kafilah kembali ke Makkah bersama Maisarah.
Keuntungan yang didapatkan Rasulullah sungguh berlipat ganda, sehingga Khadijah menambahkan bonus untuk beliau dari hasil penjualan tersebut.
Sesampainya di Makkah, Maisarah menceritakan perilaku baik Rasulullah yang dilihatnya dengan mata kepala sendiri. Khadijah merasa tertarik dengan cerita tersebut dan segera mengutus Maisarah untuk datang pada Rasulullah.
Maisarah menyampaikan pesan Khadijah: “Wahai anak pamanku, aku senang kepadamu karena kekerabatan, kekuasaan terhadap kaummu, amanahmu, kepribadianmu yang baik, dan kejujuran perkataanmu.” Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Rasulullah.
Rasulullah menceritakan perihal ini kepada para pamannya. Tidak lama kemudian Hamzah bin Abdul Muthalib bersama Rasulullah datang pada Khuwailid bin Asad, bermaksud meminang putrinya itu untuk Rasulullah.
Kemudian Khuwailid berkata, “Dia itu kuda yang tidak dicocok hidungnya.” (Maksudnya, seorang yang mulia).
Rasulullah kemudian menikahi Khadijah dan memberinya dua puluh unta muda. Saat itu Khadijah berumur 40 tahun dan Rasulullah berumur 25 tahun.
Dialah perempuan pertama yang dinikahi Nabi SAW dan beliau tidak menikah dengan siapa pun kecuali setelah Khadijah meninggal dunia. Dari Khadijah lahirlah Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah.
Saat menerima risalah kenabian, Khadijah merupakan orang pertama yang percaya kepada Allah dan Rasul beserta ajaran-ajaran-Nya. Nabi Muhammad pun tidak menghiraukan berbagai ancaman dan propaganda yang datangnya dari kaum musyrikin.
Baca juga : Biden: AS Takkan Mengulangi Kesalahan di Afghanistan
Karena di sampingnya terdapat sang kekasih pilihan Allah yang dengan setia mendampingi dan memperkuat aktivitas dakwahnya, sehingga terasa ringan beban yang diemban dan ringan pula menghadapi cobaan apa pun yang dilakukan oleh kaumnya.
Setelah menerima wahyu pertama di Gua Hira, Rasulullah kembali ke rumah dengan perasaan takut seraya berkata kepada Khadijah, ”Selimuti aku! Selimuti aku!”
Maka Khadijah menyelimutinya hingga hilang perasaan takutnya itu. Beliau menceritakan semua yang telah terjadi. “Aku khawatir pada diriku,” kata Rasulullah.